CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.386.000   -14.000   -1,00%
  • USD/IDR 16.295
  • IDX 7.288   47,89   0,66%
  • KOMPAS100 1.141   4,85   0,43%
  • LQ45 920   4,23   0,46%
  • ISSI 218   1,27   0,58%
  • IDX30 460   1,81   0,40%
  • IDXHIDIV20 553   3,30   0,60%
  • IDX80 128   0,57   0,44%
  • IDXV30 130   1,52   1,18%
  • IDXQ30 155   0,78   0,50%

Pemerintah Diminta Lakukan Pendampingan Pedagang Masuk Ekosistem Digital


Rabu, 27 September 2023 / 21:07 WIB
Pemerintah Diminta Lakukan Pendampingan Pedagang Masuk Ekosistem Digital
ILUSTRASI. Ikappi mendorong pemerintah lebih berpihak kepada pedagang dan UMKMKONTAN/Muradi/2023/08/24


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 31 tahun 2023 tentang perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik. Aturan itu mulai berlaku pada 26 September 2023.

Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan mendorong pemerintah lebih berpihak kepada pedagang dan UMKM. Yakni dengan pembekalan mengenai digitalisasi, upaya menaikkan kelas pedagang, dan manajemen dagang di platform digital.

"Memang digitalisasi suatu keniscayaan, tapi mau enggak mau kita harus coba," ujar Reynaldi saat dihubungi Kontan, Rabu (27/9).

Baca Juga: TikTok Sayangkan Soal Larangan Social E-Commerce: Bisa Berdampak ke UMKM

Selain itu, Ikappi meminta pemerintah rutin memberikan pelatihan kepada pedagang. Serta permodalan bagi pedagang untuk memasuki ekosistem digital.

"Ke depan kita harus melihat ada konsistensi dari pemerintah terhadap aturan yang direvisi," ucap Reynaldi.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara tidak setuju adanya pembatasan US$ 100. Dia mempertanyakan apabila produksi dalam negeri tidak tersedia atau jika tersedia namun kuantitasnya tidak mencukupi permintaan.

"Lebih baik adanya pembatasan menggunakan tarif," ujar Bhima.

Selain menggunakan tarif, bisa juga menggunakan adanya pembatasan non tarif. Contohnya menggunakan SNI, sertifikasi halal, sertifikat BPOM.

"Itu sudah bisa menjadi safeguard yang efektif," ujar Bhima.

Kemudian adanya integrasi Ditjen Bea Cukai dan Kementerian Perdagangan. Jadi misalnya terdapat produk impor dan memiliki subsitusi yang sama, maka hal itu otomatis red line. 

Baca Juga: Pebisnis Logistik Gugat Larangan Jual Barang Impor di bawah US$ 100 di E-Commerce

"Ada pengecekan di Bea Cukai yang lebih panjang dan itu jadi hambatan juga untuk menghambat laju barang impor masuk ke platform e-commerce," jelas Bhima.

Bhima mengingatkan adanya retaliasi dagang karena pembatasan menggunakan harga ketika UMKM melakukan crossborder ekspor ke negara lain. Misalnya pemerintah Malaysia melakukan pembatasan yang sama. Hal itu akan menyulitkan UMKM melakukan ekspor.

"Pemisahan social commerce di dalam permendag sudah benar, yang belum benar adalah pembatasan dengan harga tadi. Jadi sebaiknya dikaji ulang untuk urusan soal harga ini," kata Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×