Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA . Pemerintah dan pelaku bisnis di di negara-negara berkembang di Asia berusaha untuk mengurangi polusi plastik. Ini merupakan upaya untuk memperlihatkan semangat dan komitmen pro lingkungan yang lebih baik di hadapan masyarakat internasional.
Komitmen dari Negara berkembang di Asia tersebut mencuat setelah masalah sampah plastik menjadi masalah yang mencuat di KTT G20 di Osaka, Jepang. Dalam kesempatan itu, para pemimpin global sepakat bahwa limbah plastik laut adalah masalah serius dan pemimpin global tersebut berjanji untuk mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah tersebut.
Kantor berita Nikkei melaporkan, Presiden Joko Widodo dari Indonesia menjadi Negara satu-satunya dari Asia Tenggara yang menyatakan komitmen untuk mengatasi masalah pada pertemuan itu. Plastik membuat masalah serius bagi varietas laut , melumpuhkan bisnis perikanan, pariwisata, dan sektor lainnya.
Merujuk data Our World, wilayah Asia-Pasifik menyumbang 60% dari limbah plastik yang dibuang sembarangan ke laut. Limbah tersebut mencapai laut karena melewati sungai-sungai dan muara.
Di Asia Tenggara, salah satu Negara yang sudah membuat roadmap pengendalian plastik dilakukan oleh Thailand sejak April lalu. Negara Gajah Putih tersebut akan mengelola sampah plastik hingga tahun 2030. Dalam roadmap tersebut, ada rencana pelarangan terbatas untuk pemakaian plastik.
Di Indonesia sendiri beberapa daerah juga telah melakukan pelarangan penggunaan kantong plastik, termasuk di daerah pariwisata di Bali. Di Vietnam juga terjadi usaha pengurangan penggunaan plastik. Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc telah meminta pelaku bisnis untuk mengurangi limbah plastik. Hal yang sama juga terjadi di Filipina, yang telah mulai melarang sedotan plastik dan kantong plastik.
Selain mengurangi pemakaian plastik, Kementerian Perindustrian juga membuat program pengolahan limbah plastik melalui daur ulang. Target yang ditetapkan adalah, pengolahan limbah plastik sebesar 25% atau naik dari tahun-tahun sebelumnya di angka 10%.
“Jadi, industri daur ulang ini akan kami terus dorong. Beberapa industri di dalam negeri sudah bisa melakukan proses daur ulang. Sebenarnya daur ulang ini tidak hanya dilakukan untuk plastik, tetapi juga kertas dan aluminium. Plastik itu bukan sampah, tetapi raw material (bahan baku),” kata Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian.
Peluang Bisnis kertas
Usaha pengendalian sampah plastik di satu sisi memiliki dampak bisnis bagi pelaku usaha, terutama pelaku usaha kantong kemasan non plastik terutama kertas. Salah satu pelaku usaha itu adalah, Asia Pulp and Paper (APP) yang telah mengembangkan kertas untuk digunakan dalam pembuatan wadah biodegradable yang mirip gelas.
APP dikabarkan akan membuat kemasan gelas dari kertas tersebut secara komersial pada tahun 2020. Top Glove Malaysia, pembuat sarung tangan terbesar di dunia juga berencana membuat sarung tangan karet biodegradable akhir tahun ini.
Penggunaan plastic popular karena wadah ini mudah diproses dan higienis. Menurut data PBB, sejak 1950 ada 8,3 miliar ton kontainer plastik yang telah diproduksi, 60% di antaranya berakhir di tempat pembuangan sampah atau di laut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News