Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
Selain itu, hal ini juga didorong oleh komitmen Bank Indonesia (BI) untuk melakukan pembelian SBN sebagai non-competitive bidder di pasar perdana bila memang dibutuhkan, meski dengan porsi tertentu.
Di sisi lain, masifnya pendanaan lewat SBN memiliki resiko bagi pelaku pasar lainnya, yaitu perbankan sehingga berpotensi menimbulkan crowding out. Dengan imbal hasil SBN yang lebih tinggi, diperkirakan beberapa investor terinsentif memilih untuk memindahkan asetnya ke obligasi.
Baca Juga: Indonesia Meracik Obligasi Khusus Diaspora
Meski begitu, Josua melihat tiadanya potensi crowding out. Hal ini didorong oleh kebijakan banks entral dalam mengelola likuiditas bank pada level yang aman dan terukur dengan kebijakan quantitative easing (QE).
"QE inilah yang akhirnya menyebabkan kondisi likuiditas perbankan yang berpotensi mengetat akibat pandemi, tidak sampai mendorong crowding out," tandasnya.
Sebagai tambahan informasi, pemerintah telah mencatat realisasi penerbitan SBN hingga 20 Mei 2020 sebesar Rp 420,8 triliun. Sementara kebutuhan penerbitan SBN di bulan Juni 2020 - Desember 2020 tercatat sebesar Rp 1.002,1 triliun.
Baca Juga: Indonesia memompa anggaran demi memacu harapan pertumbuhan saat new normal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News