kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.314   118,54   1,65%
  • KOMPAS100 1.121   16,95   1,53%
  • LQ45 892   14,50   1,65%
  • ISSI 223   2,40   1,09%
  • IDX30 459   10,01   2,23%
  • IDXHIDIV20 553   13,38   2,48%
  • IDX80 129   1,38   1,09%
  • IDXV30 137   2,73   2,03%
  • IDXQ30 152   3,22   2,16%

Pemerintah butuh dana segar untuk tambal defisit APBN, ini kata ekonom


Senin, 08 Juni 2020 / 14:19 WIB
Pemerintah butuh dana segar untuk tambal defisit APBN, ini kata ekonom
ILUSTRASI. Karyawan menghitung uang dolar di gerai penukaran mata uang asing Ayu Masagung, Jakarta, Senin (18/5/2020). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada penutupan perdagangan Senin (18/5) sebesar 10 poin atau 0,07 persen ke level Rp


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah membutuhkan dana guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020. Apalagi, yang teranyar, defisit anggaran akhir tahun akan lebih besar dari perkiraan semula.

Proyeksi defisit anggaran tahun ini mencapai 6,34% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau melebar dari target di Peraturan Presiden (Perpres) no. 54 tahun 2020 yang sebesar 5,7% PDB.

Baca Juga: Defisit APBN melebar, BI: Ada peningkatan alokasi pembiayaan APBN 2020 above the line

Pelebaran defisit tersebut membuat kebutuhan untuk pembiayaan APBN 2020 juga membengkak. Menurut data yang diterima Kontan.co.id, recananya penerbitan surat berharga negara (SBN) secara neto dan bruto membesar.

Secara netto Rp 1.497,6 triliun dan secara bruto Rp 1.533,1 triliun.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede memandang, besaran rencana pendanaan ini relatif sangat besar bila dibandingkan dengan kebutuhan tahun sebelumnya. Namun, menimbang dengan kebutuhan akan penanganan Covid-19, besaran ini dinilai cukup realistis.

Josua pun optimis bahwa recanana ini bisa tercapai. Optimisme tersebut seiring dengan adanya pemulihan pasar keuangan global dan domestik. 

Baca Juga: Kemenkeu revisi lagi penerimaan pajak menjadi Rp 1.198,9 triliun

"Setelah bulan Maret 2002, perlahan-lahan investor asing kembali masuk ke pasar obligasi. Meskipun tingkat kepemilikan asing belum kembali ke level pra Covid-19, mulai masuknya investor asing menjadi tanda bahwa permintaan di pasar obligasi kembali meningkat," kata Josua kepada Kontan.co.id, Minggu (7/6).

Selain itu, hal ini juga didorong oleh komitmen Bank Indonesia (BI) untuk melakukan pembelian SBN sebagai non-competitive bidder di pasar perdana bila memang dibutuhkan, meski dengan porsi tertentu.

Di sisi lain, masifnya pendanaan lewat SBN memiliki resiko bagi pelaku pasar lainnya, yaitu perbankan sehingga berpotensi menimbulkan crowding out. Dengan imbal hasil SBN yang lebih tinggi, diperkirakan beberapa investor terinsentif memilih untuk memindahkan asetnya ke obligasi.

Baca Juga: Indonesia Meracik Obligasi Khusus Diaspora

Meski begitu, Josua melihat tiadanya potensi crowding out. Hal ini didorong oleh kebijakan banks entral dalam mengelola likuiditas bank pada level yang aman dan terukur dengan kebijakan quantitative easing (QE).

"QE inilah yang akhirnya menyebabkan kondisi likuiditas perbankan yang berpotensi mengetat akibat pandemi, tidak sampai mendorong crowding out," tandasnya.

Sebagai tambahan informasi, pemerintah telah mencatat realisasi penerbitan SBN hingga 20 Mei 2020 sebesar Rp 420,8 triliun. Sementara kebutuhan penerbitan SBN di bulan Juni 2020 - Desember 2020 tercatat sebesar Rp 1.002,1 triliun.

Baca Juga: Indonesia memompa anggaran demi memacu harapan pertumbuhan saat new normal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×