kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah Berupaya Mempercepat Penyelesaian Aset Tanah Transmigrasi


Jumat, 21 Januari 2022 / 13:31 WIB
Pemerintah Berupaya Mempercepat Penyelesaian Aset Tanah Transmigrasi
ILUSTRASI. Petugas mengukur bidang tanah milik warga melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) melalui Pemerintah Desa Jalatrang di Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Rabu (24/2/2021).


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus berupaya mengurai permasalahan legalisasi aset bagi tanah transmigrasi.

Kementerian ATR/BPN bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terus mendorong percepatan penyelesaian legalisasi aset tanah transmigrasi, salah satunya melalui terobosan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018.

Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra menjelaskan, dengan dilakukannya revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, terdapat peluang percepatan untuk menyelesaikan permasalahan legalisasi aset tanah transmigrasi.

“Sebelumnya dari tim lintas sektor (lintor), sudah mulai dalam menyusun tipologi masalah, diharapkan banyak pekerjaan-pekerjaan yang bisa kita terobos,” ujar Surya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/1).

Baca Juga: Jokowi bagi-bagi sertifikat tanah hasil redistribusi tanah objek reforma agraria

Berdasarkan fakta di lapangan, banyak permasalahan tanah transmigrasi yang terkategorisasi dalam beberapa hal. Surya Tjandra menyebut mulai dari subjek tanah transmigrasi. Seringkali terjadi subjek tanah transmigrasi sudah berganti dengan subjek yang baru.

Di sisi lain, ada pula kasus subjek pemilik masih sama namun lokasi tanah transmigrasi telah bergeser.

Beberapa permasalahan yang lain adalah, persoalan tumpang tindih area transmigrasi dengan pemanfaatan tanah lainnya, serta soal lokasi pencadangan tanah transmigrasi yang lama dapat izin dari pelepasan kawasan hutan.

“Terkait masalah subjek tanah transmigrasi, kita perlukan penegasan dalam prosesnya, seperti dalam proses pembatalan. Siapa yang punya kewenangan, misal Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian terkait atau Pemerintah Daerah, ini yang harus kita dorong dalam revisi perpres agar menjadi solusi,” jelas Surya.

Baca Juga: Pemerintah Evaluasi 70% Lahan HGU Sepanjang Tahun Ini

Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Budi Arie Setiadi berharap, melalui bahasan tentang bagaimana perumusan rancangan revisi Perpres Nomor 86 Tahun 2018 dapat menjadi terobosan bagi percepatan penyelesaian masalah sertifikasi dan pemanfaatan pertanahan transmigrasi.

“Target kita memang tahun 2024 itu target penyelesaian kami selesai agar warga transmigrasi segera memperoleh sertifikat hak milik tanah. Semoga dengan adanya revisi ini dapat mempercepat,” ujar Budi.

Direktur Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Kementerian Desa PDTT, Aisyah Gamawati mengapresiasi peran kedua belah Kementerian yang terus berupaya menyelesaikan permasalahan pertanahan di tanah transmigrasi.

Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Terbitkan 6 Juta Sertifikat Tanah di Tahun 2022

“Dalam beberapa tahun ini kami berhasil menerbitkan SHM sebanyak 52%. Juga untuk masalah pertanahan, dari 378 kasus sudah kami fasilitasi sebanyak 74. Melalui revisi perpres ini kami sangat apresiasi sebagai solusi,” ujar Aisyah.

Direktur Pengukuran dan Pemetaan Dasar Pertanahan dan Ruang sekaligus Ketua Tim Lintas Sektor (Lintor), Agus Wahyudi, mengimbau agar baik Kementerian ATR/BPN maupun Kemendes PDTT untuk mencermati antara usulan Perpres dan aturan-aturan dari masing-masing lembaga.

“Permasalahan dan ketentuan ini memang harus jadi perhatian. Contohnya dalam aturan Kemendes PDTT, sudah terbit Hak Pengelolaan (HPL) kemudian adanya okupasi. Lalu dalam prosesnya ini siapa yang berhak memberi wewenang. Intinya bagaimana sinkronisasi perpres dan ketentuan-ketentuan lain,” jelas Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×