Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah batal menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan tahun depan sebesar 20% sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Dus, tarif pajak korporasi pada 2022 tetap sebesar 22%.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Beleid sapu jagad perpajakan tersebut tengah dibahas dalam Rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU HPP, Kamis (7/10).
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan alasan pemerintah tidak menurunkan tarif PPh Badan karena sejalan dengan tren perpajakan global yang mulai menaikkan penerimaan dari PPh seiring dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan tahun depan sebesar Rp 1.510 triliun. Angkat tersebut naik 4,5% dari target tahun ini sebesar Rp 1.444,54 triliun.
Baca Juga: Ada sentimen kenaikan PPN, ini saham emiten konsumer yang jadi jagoan analis
Namun demikian, Yasonna menekankan dengan besaran tarif PPh Badan yang berlaku tetap dapat menjaga iklim investasi. Oleh karena itu, tarif PPh Badan tetap akan sebesar 22% untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya.
Menurut Yanonna, tarif PPh Badan di Indonesia tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tarif PPh Badan rata-rata negara ASEAN sebesar 22,17%, negara-negara OECD 22,81%, negara-negara Amerika sebesar 27,16%, dan negara-negara G-20 sebesar 24,17%.
Di samping itu, untuk tetap mengoptimalkan PPh Badan, RUU HPP juga memberikan payung hukum untuk penerapan pencegahan penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba (GloBE) bagi perusahaan multinasional.
Yasonna menyebut hal tersebut sebagai implementasi kesepakatan perpajakan internasional dalam rangka mencegah dan mengatasi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Sementara itu, pemerintah juga menyepakati usulan DPR untuk tidak mencantumkan ketentuan mengenai Pajak Minimum Alternatif atau Alternative Minimum Tax (AMT) dan General Anti Avoidance Rule (GAAR) dalam RUU ini,
Baca Juga: Kata asosiasi UMKM terkait insentif PPh Final yang dijanjikan pemerintah
“Agar kondisi kegiatan usaha dan iklim investasi tetap kondusif. Pemerintah tetap akan melakukan langkah-langkah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melalui kerjasama internasional untuk melindungi basis pajak dan kepentingan penerimaan negara dari praktik-praktik penghindaran pajak,” kata Yasonna saat Rapat Paripurna, Kamis (7/10).
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menilai keputusan pemerintah dan DPR RI untuk membatalkan penurunan tartif PPh Badan cukup mengejutkan.
Sebab, sebelumnya tidak dimasukkan dalam rancangan awal RUU tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) serta berbeda dengan agenda penurunan tarif sebagaimana diatur melalui UU 2/2020.