Reporter: Bambang Rakhmanto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah menuding akuntan publik yang tidak profesional dalam mengaudit laporan keuangan sebagai salah satu biang kerok terjadinya krisis keuangan 1997. Pada saat itu, pemerintah mengelontorkan dana Rp 5.000 triliun untuk menyehatkan perbankan. Agar hal serupa tidak berulang, pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU ) Tentang Akuntan Publik ke DPR.
Menteri Keuangan Agus D. W. Martowardojo mengatakan, pertimbangan pemerintah untuk mengajukan RUU tentang Akuntan Publik ke DPR adalah mahalnya ongkos penanganan krisis keuangan pada 1997-1998. “Pasalnya, selain karena faktor penggelembungan (bubble) aset dan buruknya kualitas perekonomian, tetapi juga karena prilaku menyimpang dari semua pemangku kepentingan pada saat itu,” keluhnya, akhir pekan lalu.
"Ya boleh disalahkan semuanya. Apakah itu pelaku usaha, perbankan nasional, apakah itu di Bank Indonesia, semua berperan. Sehingga pada saat bubble itu ada koreksi, ternyata banyak sekali moral hazard-nya," terangnya.
Agus menambahkan, salah satu moral hazard itu adalah peran akuntan publik sebagai profesional yang bertanggung jawab terhadap pelaporan keuangan tidak bekerja dengan baik. Laporan keuangan korporasi yang tidak mencerminkan kesehatan sebenarnya dari perusahaan tersebut yang dianggap sebagai awal dari terjadinya krisis keuangan.
"Bank tenang-tenang saja karena mereka menyangka keuanganya bagus, ternyata tidak bagus, tidak sehat. Makanya perlu RUU Akuntan Pubik," tutur Agus.
Lanjut Agus, profesionalisme akuntan publik selama ini hanya mengacu pada produk hukum lama keluaran 1954 yang hanya mengatur tentang pemberian gelar. Padahal harus diatur pula tentang pemberian izin dan standar akutansi yang jelas, serta aturan pengawasan dan kode etik profesi.
“Sekarang kita bikin UU nya. Tapi yang kita perhatikan kondisi seperti ini dari perusahaan yang diaudit oleh akuntan, dalam setahun ada 16.000 perusahaan yang diaudit oleh akuntan publik, terus yang mengaudit 16.000 itu 70%-nyaadalah 4 kantor akuntan terbesar,” terangnya.
"Pemerintah dalam hal ini mau bekerjasama dengan salah satu asosiasi akuntan terbesar yaitu Asosiasi Akuntan Indonesia (AIA) dan Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Jadi waktu mendesainnya kami perhatikan siapa yang memberi izin pada akuntan publik, siapa yang membina, siapa yang mengeluarkan izin paling akhir, dan siapa yang mengawasi," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News