Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mendorong adanya efisiensi atau penghematan belanja program non priotitas.
Hal ini dilakukan lantaran belanja pemerintah pusat (BPP) naik signifikan sejak pandemi Covid-19.
Misalnya pada tahun 2019, nilai belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.496,3 triliun, lalu naik menjadi Rp 1.833 triliun pada tahun 2020 dan pada tahun 2021 melonjak lagi menjadi Rp 2.000,7 triliun.
Pada tahun 2022, belanja pemerintah pusat mencapai Rp 2.280 triliun, kemudian sedikit turun pada tahun 2023 sebesar Rp 2.239,8 triliun.
Sementara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, nilainya ditetapkan sebesar Rp 2.467,5 triliun.
"Kita lihat kenaikannya cukup signifikan walaupun kita mencoba melakukan normalisasi tetapi pada akhirnya kita liat dibeberapa titik/bagian kita tidak bisa terhindar untuk memberikan perhatian yang cukup dan kemudian menambah belanja disitu," ujar Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata dalam Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Selasa (25/6).
Baca Juga: Prabowo-Gibran Bakal Bayar Bunga Utang Jumbo di APBN 2025
Isa mengungkapkan, pada tahun 2023 sebenarnya pemerintah telah melakukan normalisasi. Namun berhubung pada tahun 2024 terdapat kegiatan pemilu membuat belanja pemerintah pusat kembali merangkak.
"Mudah-mudahan 2025 ini karena pemilu sudah berakhir, kita dapat melakukannya dengan baik. Seharusnya kita mulai melakukan normalisasi kembali belanja kita," kata Isa.
Untuk arah kebijakan tahun 2025, pemerintah akan meningkatkan efisiensi belanja non prioritas khususnya belanja barang untuk mewujudkan spending better.
"Kalau ada ruang belanja-belanja di luar prioritas nasional, kita harus lakukan efisiensi yang sangat tajam sehingga kita bisa memastikan prioritas nasional menjadi pilihan yang lebih besar atau signifikan daripada non prioritas," imbuh Isa.
Selain itu, kebijakan pada tahun depan juga diarahkan untuk melakukan penguatan belanja modal guna mendukung transformasi ekonomi.
Reformasi subsidi dan perlindungan sosial (perlinsos) juga dilakukan agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan.
"Yang terpenting sebetulnya bukan bicarakan jumlah/volume, tapi bagaimana kita hasilkan subsidi dan perlinsos lebih tepat sasaran dan berkeadilan," kata Isa.
Selain itu, pemerintah juga akan meningkatkan kualitas belanja untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif fan berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News