Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memutuskan menambah anggaran belanja dalam APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang terdampak.
Keputusan ini pun berdampak pada pelebaran defisit anggaran yang diestimasi mencapai 5,07% terhadap PDB Indonesia. Lantas, pemerintah pun perlu menyusun strategi untuk menambal lubang defisit tersebut dengan sumber-sumber pembiayaan tambahan.
Baca Juga: Chatib Basri apresiasi kebijakan stimulus pemerintah yang makin fokus
Ekonom Senior yang juga Mantan Menteri Keuangan RI Chatib Basri memandang, pembiayaan defisit yang demikian besar bukan hal mudah bagi pemerintah.
Jika terlalu menggantungkan diri pada pasar obligasi domestik, Chatib memperingatkan terjadinya risiko crowding out, yaitu kondisi di mana dana perbankan diserap oleh obligasi pemerintah sehingga perbankan mengalami kesulitan likuiditas.
Sebaliknya, jika pemerintah mengeluarkan obligasi global, bunga obligasi yang mesti ditanggung pun sangat tinggi.
Baca Juga: Insentif fiskal tak efektif, eks Menkeu Chatib usul dialihkan untuk progam kesehatan
"Oleh karena itu, untuk pembiayaan pemerintah, saya mengusulkan kombinasi pembiayaan dari pasar domestik , internasional dan juga multilateral,” tulis Chatib dalam cuitan di akun Twitter-nya, Rabu (1/4).
Menkeu era SBY itu pun menoleh pada pengalaman enam tahun lalu di mana pemerintah Indonesia pernah memiliki fasilitas bernama Deffered Draw Down Option (DDO) yaitu di mana jika bunga obligasi di pasar sangat mahal, pemerintah Indonesia dapat meminjam dari World Bank, ADB, Australia, Jepang dengan bunga yang sangat rendah.