Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Supaya peredaran uang tunai lebih terkontrol, pemerintah akan memperketat lalu lintas peredaran valuta asing (valas). Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) menilai hal itu dilakukan supaya meminimalisir transaksi valuta asing dalam jumlah besar.
Menurut Wakil Kepala PPATK Agus Santoso, saat ini sudah da aturan yang memantau lalu lintas valas antar negara, yaitu aturan Cross order Cash Carrying (CBCC) atau Laporan Pembawaan Uang Tunai (LPUT). Aturan itu tertuang dalam Undang-undang nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Namun, aturan itu dianggap belum cukup kuat, dan sangat terbatas hanya dalam ruang lingkup perbatasan kedua negara. Dimana seseorang yang keluar/masuk Indonesia harus melaporkan uang tunai diatas Rp 100 juta wajib dilaporkan.
Nah, supaya lebih terkontrol diperlukan aturan turunan yang lebih teknis dan lebih luas. Tidak hanya pembawan uang tunai saja, tetapi setiap transaksi valas di dalam negeri yang nilinya setara Rp 100 juta.
Jika ada yang menukarkan valas di Indonesia dengan jumlah tersebut, PPATK memintanya melengkapi sejumlah dokumen. Misalnya Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk (KTP) bahkan surat keterangan dari atasan, kalau itu terkait keperluan bisnis.
Untuk itu, PPATK meminta pemerintah segera mengeluarkan aturan mengenai itu, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), maupun surat edaran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab, yang mengatur mekanisme penukaran dan transaksi valas sepenuhnya kewenangan OJK.
Agus bilang, valas sering digunakan sebagai alat transaksi tindak pidana korupsi. Ia mencontohkn berbagai kasus suap biasanya menggunakan valas. Alasnnya, dengan memakai valas maka jumlah fisik uang yang yang ditransaksikan akan lebih sedikit, dibandingkan jika memakai rupiah.
Untuk itu, PPATK meminta pemerintah segera mengeluarkan aturan mengenai itu, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), maupun surat edaran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab, yang mengatur mekanisme penukaran dan transaksi valas sepenuhnya kewenangan OJK.
Selain itu, PPATK juga meminta peran Bea Cukai bisa diperluas. Tidak hanya sebatas menerima laporan di pelabuhan dan bandara. Namun diberikan kewenangan untuk menggeledah dan memeriksa setiap orang yang diduga membawa uang tunai melebihi batas yang diperbolehkan.
Terkait hal ini Direktur penerimaan dan peraturan kepabeanan Susiwijono Moegiarso mengaku, pihaknya selalu memeriks ketat pembawaan uang tunai dalam jumlah besar. Namun Ia belum mengetahui terkkait permintaan dari PPATK. "Nanti saya cek dulu ya," ujar Susiwijono.
Sementara, Direktur Eksekutif Departemen Komuniksi Bank Indonesia Trta Sagara menilai aturan tersebut tidak akn terlalu berdampak secara makro.
Menurutnya, aturan pembatasan transaksi valas hanya akan berdampak dari sisi prudence atau kehati-hatian transaksi, dan mengetahui asal usul transaksi.
"Aturan ini sudah dibuat, kita berharap bisa terkontrol lalu lintas uang tersebut," ujar Tirta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News