Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah harus mampu menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2023 menjadi di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB). Putusan ini seiring dengan lonjakan defisit akibat pandemi virus corona pada 2020 yang mencapai 6,14% dari PDB.
Karena pandemi virus corona sebagaimana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, defisit APBN diperbolehkan melebih batas sebelumnya yakni 3% dari PDB selama tiga tahun yakni 2020-2022. Oleh karenanya, pemerintah telah mengatur strategi untuk kembali menyehatkan APBN.
“Harus dilakukan konsolidasi fiskal sehingga secara gradual defisitnya diturunkan menuju ke bawah 3% dari PDB di tahun 2023 dengan dua cara. Satu, naikkan penerimaan. Dua, pertajam belanja negara,” ujar Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam Webinar Perpajakan di Era Digital: Menelaah UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Kamis (14/10).
Menurut Suahasil, kedua cara tersebut dilakukan dalam rangka konsolidasi fiskal untuk menjaga keberlanjutan fiskal jangka menengah-panjang.
Baca Juga: Belum ada putusan final tarif cukai 2022, simak rekomendasi analis untuk saham rokok
“Tahun ini penerimaan bisa naik dan kemudian kita juga melakukan penajaman-penajaman belanja. Secara bersamaan, kita melakukan satu rangkaian reformasi struktural. Ini tentu reformasi struktural efeknya bukan dalam jangka pendek, efeknya adalah jangka panjang. Mengubah landscape bekerjanya ekonomi Indonesia,” kata Suahasil.
Reformasi struktural perlu terus dilanjutkan untuk membangun fondasi pemulihan yang lebih kuat dan berkelanjutan. Salah satu proses reformasi struktural yang dilakukan adalah dengan melakukan reformasi perpajakan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk mendorong sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.
“Reformasi perpajakan kita harapkan menciptakan basis pajak yang kuat, basis pajak yang berkelanjutan, yang pada gilirannya menciptakan pertumbuhan APBN yang baik, APBN yang sehat,” ujar Suahasil.
Baca Juga: Dirjen Bea Cukai laporkan produksi hasil tembakau mengalami kenaikan 6,2% di 2021
Wamenkeu menyampaikan, basis penerimaan yang baik dibangun melalui sistem perpajakan yang kuat. Dengan sistem perpajakan yang kuat, dapat membangun APBN menjadi lebih sehat, penerimaan negara memadai, dan bisa membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang diperlukan oleh negara.
“Tugasnya APBN adalah melakukan fungsi alokasi, terutama untuk mengalokasikan kepada public goods. Fungsi distribusi, meredistribusikan income, dan melakukan fungsi stabilisasi untuk pertumbuhan ekonomi dan stabilisasi ekonomi. APBN yang sehat akan menjadi basis bagi pertumbuhan ekonomi ke depan yang lebih baik,” kata Suahasil.
Ia menekankan APBN sebagai instrumen countercyclical terus konsisten menunjukkan perannya untuk meredam dampak pandemi Covid-19 sekaligus mendorong pemulihan ekonomi.
Reformasi struktural melalui reformasi perpajakan menjadi bagian dari proses berkelanjutan untuk mendukung upaya percepatan pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional melalui penataan ulang sistem perpajakan agar lebih kuat di tengah tantangan pandemi dan dinamika masa depan yang harus terus diantisipasi.
Selanjutnya: Pemerintah kucurkan APBN di proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, begini respon KCIC
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News