Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah memfinalisasi paket stimulus baru untuk meredam dampak wabah virus Corona yang menekan perekonomian. Salah satunya ialah stimulus fiskal dari perpajakan yaitu dalam bentuk insentif PPh pasal 21 atau pajak karyawan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sejatinya ada beberapa opsi insentif perpajakan yang bisa diambil oleh pemerintah. Insentif PPh pasal 21 menjadi salah satu yang tengah dipertimbangkan lantaran pernah juga dilakukan pada masa krisis finansial tahun 2008-2009 silam.
"Kita juga bisa berikan ke perusahaan melalui penundaan pajak. Pilihannya banyak, seperti dulu 2008-2009 yaitu PPh pasal 21 bisa ditunda,” kata Menkeu, Rabu (4/3).
Baca Juga: Pemerintah beri stimulus untuk redam dampak corona, ini yang dibutuhkan pengusaha
Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo menilai, insentif PPh 21 memang sangat mungkin dilakukan, bahkan bisa jadi cukup efektif sebagai salah satu upaya mempertahankan kekuatan ekonomi domestik.
Meski Sri Mulyani belum menjelaskan secara rinci seperti apa skema insentif PPh 21 yang dimaksudnya itu, Yustinus menduga skema yang paling memungkinkan adalah dengan PPh 21 ditanggung oleh pemerintah (DTP) yang memang pernah diterapkan pemerintah pada tahun 2009 sebagai salah satu bagian dari paket stimulus fiskal menghadapi krisis.
“Dulu PPh 21 DTP ini diberikan untuk sektor tertentu yaitu yang padat karya dan paling terdampak krisis ekonomi. Jadi, pemerintah tetap memotong pajak tapi kemudian dikembalikan kepada para karyawan karena potongan pajak itu dibayarkan oleh pemerintah,” tutur Yustinus saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (4/3).
Baca Juga: Sri Mulyani kaji pemberian stimulus fiskal seperti krisis 2009, apa saja itu?
Insentif PPh 21 DTP ini, lanjut Yustinus, cukup efektif dan mudah untuk diimplementasikan. Dampak insentif ini pun bisa secara langsung dirasakan oleh masyarakat yaitu melalui tambahan penghasilan yang bisa menjaga daya beli dan konsumsi di tengah perlambatan ekonomi.
“Dibandingkan dengan insentif kenaikan PTKP (penghasilan tidak kena pajak), ini lebih adil. Karena kalau kenaikan PTKP semua menikmati termasuk yang kelompok kaya padahal mereka tidak begitu membutuhkan,” ujarnya.
Sementara, seperti skema PPh 21 DTP sebelumnya, pemerintah bisa menetapkan sektor-sektor pilihan yang bisa mendapat insentif ini sesuai dari kondisi dan tingkat risiko perekonomian. Pemerintah juga bisa menetapkan batas ( threshold) penghasilan karyawan yang bisa memperoleh insentif PPh 21 DTP ini, misalnya tidak lebih dari Rp 5 juta per bulan seperti kebijakan 2009 lalu.
Kendati menerapkan kebijakan insentif PPh 21 DTP ini, Yustinus mengatakan, penerimaan pajak akan tetap tercatat. Namun dari sisi belanja, pemerintah tentu perlu mengalokasikan anggaran baru sehingga ruang fiskal pun perlu diperlonggar.
Baca Juga: Sri Mulyani sesuaikan pemberian insentif dengan perkembangan wabah virus corona
“Hanya saja yang menanggung pemerintah dan ini memang akan berpegaruh pada arus kas APBN. Tapi insentif ini lebih terukur karena lebih targeted dan ada administrasinya,” ujarnya.
Sekadar informasi, pemerintah pernah menerapkan kebijakan insentif PPh 21 DTP untuk menangani krisis. Insentif tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43 Tahun 2009 tentang PPh 21 Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja Pada Kategori Usaha Tertentu.
Insentif menyasar pekerja dengan penghasilan di atas PTKP namun tidak lebih dari Rp 5 juta per bulan, serta bekerja pada sektor pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan, dan kehutanan, sektor perikanan, dan sektor industri pengolahan (manufaktur).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News