kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah akan alihkan insentif PPh pasal 21 jadi BLT, begini catatan DDTC


Kamis, 30 Juli 2020 / 09:59 WIB
Pemerintah akan alihkan insentif PPh pasal 21 jadi BLT, begini catatan DDTC
ILUSTRASI. Petugas melayani masyarakat dalam melaporkan SPT Pajak di Kantor Pelayanan Pajak, Jakarta


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji perubahan skema insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 menjadi bantuan langsung tunai (BLT) untuk masyarakat kelas menengah.

Kepala Badan Kebijakan Fiskan (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menyampaikan BLT tersebut nantinya bakal langsung ditransfer ke rekening masyarakat kelas menengah. Kendati demikian, dirinya belum memaparkan secara gamblang nominal BLT akan mengikuti besaran PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) sesuai potongan pajak dari penghasilan karyawan, atau menggunakan meninjau dari kemampuan ekonomi wajib pajak (WP) terkait.

Baca Juga: Pemerintah akan alihkan insentif PPh pasal 21 jadi BLT, begini komentar CITA

Yang jelas, rencana ini seiring dengan rendahnya realisasi penerimaan insentif PPh Pasal 21. Berdasarkan data Kemenkeu, dalam dua kali massa pajak, yakni sampai dengan 20 Juni 2020, realisasi insentif pajak karyawan itu sebesar Rp 660 miliar. Angka tersebut setara dengan 2,57% dari pagu anggaran insentif senilai Rp 22,66 triliun.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menilai ada tiga catatan atas wacana tersebut. 

Pertama, pemerintah perlu mengkaji dahulu lebih dalam alasan dari rendahnya penyerapan insentif PPh Pasal 21 DTP. 

“Apakah betul karena kebijakannya tidak menarik dan tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan? Atau justru karena faktor sosialisasi dan administrasinya? Menurut saya faktor kedua mungkin lebih relevan dalam rangka meningkatkan serapan insentif,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Rabu (29/7).

Kedua, insentif PPh Pasal 21 DTP sepertinya tidak apple to apple dengan BLT. Karena insentif DTP menyasar para pekerja formal dengan penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) di bawah Rp 200 juta per tahun. 

Sementara, BLT lebih menyasar pada karakteristik penduduk miskin dan kurang mampu. 

“Jadi ide mengganti insentif tersebut dengan BLT bisa jadi akan mengubah pihak yang akan diuntungkan,” ujar dia. 

Ketiga, masalah efektivitas. Menurut Darussalam, kunci dari pemulihan ekonomi akibat krisis salah satunya terletak pada konsumsi. Artinya bagaimana uang yang dikucurkan melalui insentif dan skema lainnya bisa menjadi daya ungkit konsumsi. 

Persoalannya adalah masyarakat miskin dan kelas menengah bisa merespons secara berbeda adanya uang tambahan baik melalui insentif ataupun BLT. 
Menurut Darussalam, masyarakat miskin cenderung melakukan konsumsi sedangkan kelas menengah akan mengalokasikannya pula untuk ditabung.

“Dalam hal ini berarti dibutuhkan skema lain bagi masyarakat kelas menengah semisal melalui pengurangan biaya sekolah, listrik, dan sebagainya,” ujar Darussalam.

Sebagai catatan, berdasarkan data Kemenkeu, dalam dua kali masa pajak, yakni sampai dengan 20 Juni 2020, realisasi insentif pajak karyawan itu sebesar Rp 660 miliar. Angka tersebut setara dengan 2,57% dari pagu anggaran insentif senilai Rp 22,66 triliun.

Baca Juga: Pemerintah akan ganti insentif PPh 21 dengan BLT

Realisasi itu mencatat,  insentif PPh Pasal 21 telah diterima oleh 104.925 karyawan, antara lain berasal dari sektor perdagangan 42.968, industri pengolahan 21.093, jasa perushaan 7.100, jasa lainnya 264, konstruksi dan real estat 9.148, transportasi dan pergudangan 6.299, penyediaan akomodasi 5.468, pertanian 3.016, informasi dan komunikasi 1.737, lainnya 7.832. 

Angka tersebut masih jauh dari total karyawan yang terdaftar sebagai wajib pajak (WP) sekitar 35 juta. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×