kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pembiayaan kebencanaan berbasis risiko jadi skema baru penanggulangan bencana


Rabu, 30 September 2020 / 14:11 WIB
Pembiayaan kebencanaan berbasis risiko jadi skema baru penanggulangan bencana
ILUSTRASI. Pejalan kaki melintas dekat logo Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di kantor pusat BNPB di Jakarta.KONTAN/Cheppy A. Muchlis.


Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mendorong pembiayaan kebencanaan berbasis pada risiko. Hal itu menjadi skema alternatif dalam mencapai target meningkatnya pengembangan dan inovasi skema alternatif pembiayaan penanggulangan bencana. 

Target tersebut tercantum dalam rencana induk penanggulangan bencana.

"Kita ingin pembiayaan itu berbasis risiko, risk financing dan risk insurance itu belum optimal," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (30/9).

Pembiayaan berbasis risiko merupakan hal penting di luar dana siap pakai yang sebelumnya digunakan untuk penanganan bencana di Indonesia. Pembiayaan berbasis risiko merupakan investasi untuk mencegah kerugian yang lebih besar.

Baca Juga: Penyelamatan Ekonomi dan Urusan Kesehatan di Tangan Komite Baru

Beberapa skema dapat dilakukan dalam pembiayaan berbasis risiko. Salah satunya adalah mengenai asuransi berbasis risiko yang telah banyak digunakan di berbagai negara.

Melihat risiko yang ada, asuransi dilakukan untuk membiayai bila terjadi bencana ke depan. Meski belum banyak digunakan, Raditya bilang saat ini beberapa lembaga telah melakukan terutama pemerintah.

"Ini belum banyak dilakukan. Konsep itu sudah lama termasuk Kemenkeu sudah melakukan itu," terang Raditya.

Contoh lain, menurut Raditya adalah asuransi pertanian yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian. Asuransi tersebut mencegah kerugian bila sewaktu-waktu terjadi kekeringan atau banjir.

Raditya bilang ke depan pembiayaan berbasis risiko tersebut harus dikembangkan. Tak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi juga menjadi basis kedaerahan termasuk pihak swasta.

"Solusinya tidak harus dari pemerintah, mungkin dari swasta atau pihak lain," jelas Raditya.

Selain asuransi, pembiayaan lain juga perlu disiapkan. Raditya mencontohkan investasi lain juga bisa dilakukan oleh kementerian/lembaga dalam hal pembiayaan kebencanaan.

Investasi dalam pemeliharaan bisa dilakukan untuk mencegah kerusakan yang lebih besar bila terjadi bencana. Anggaran dalam pemeliharaan teesebut tidak hanya bersumber dari keuangan BNPB, tetapi bisa juga oleh kementerian/lembaga lainnya.

Baca Juga: Keterbatasan data hambat efektivitas kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi

Raditya menyampaikan, seringkali di Indonesia pembiayaan bencana mengandalkan dana siap pakai. Sehingga penggunaan dilakukan setelah kejadian bencana.

"Seringkali terjadi bencana baru kita sibuk berapa korban, berapa yang rusak akhirnya kita sibuk bangun kembali," ungkap Raditya.

Asal tahu saja, selama ini dana siap pakai untuk penanggulangan bencana yang ada di BNPB masih terhitung minim. Pada tahun 2020 dana siap pakai di awal hanya dianggarkan sebesar Rp 5 triliun, meski setelahnya bisa dilakukan penambahan oleh Kementerian Keuangan.

Selanjutnya: BPJS Kesehatan catat hingga Juni ada 592 rumah sakit ajukan klaim kasus Covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×