Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi memasukkan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025.
Langkah ini diyakini akan menjadi instrumen strategis untuk meningkatkan penerimaan negara secara signifikan.
Salah satu target utama pembentukan BPN adalah menaikkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 23%.
"Mendirikan Badan Penerimaan Negara dan meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto ke 23%," tertulis dalam dokumen RPJMN 2025–2029, seperti dikutip KONTAN.
Baca Juga: Badan Penerimaan Negara Bakal Tetap Dibentuk di Pemerintahan Prabowo
Pemerintah menilai, peningkatan pendapatan negara, baik dari pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), merupakan kunci memperluas ruang fiskal guna mendorong pembangunan berkelanjutan.
Studi perbandingan dengan negara-negara maju menunjukkan bahwa dukungan fiskal yang kuat melalui optimalisasi penerimaan negara menjadi syarat utama menuju status negara maju. Dalam konteks ini, reformasi kelembagaan dinilai mendesak.
Wacana pembentukan BPN ini juga kembali mengemuka dalam diskusi panel nasional yang diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Jakarta Selatan belum lama ini.
Dalam forum tersebut, mantan Direktur Jenderal Pajak periode 2000–2001, Machfud Sidik, berharap agar rencana ini tidak sekadar menjadi perubahan kosmetik kelembagaan tanpa menyentuh persoalan struktural yang mendasar dalam sistem penerimaan negara.
“Saya ingin memberikan insight yang objektif. Jangan sampai BPN ini hanya sekadar rebranding, tapi tidak menjawab masalah mendasarnya,” tegas Machfud seperti dikutip dari situs resmi IKPI, Minggu (1/6/2025).
Baca Juga: BPN Imbau Pemegang Sertifikat Tanah Sebelum 1997 Lakukan Cek ke Kantor Pertanahan
Machfud menilai bahwa persoalan penerimaan negara jauh lebih kompleks daripada sekadar masalah kelembagaan. Ia menyoroti struktur ekonomi Indonesia yang masih bergantung pada konsumsi domestik, dengan kontribusi net ekspor yang rendah, yakni sekitar 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sebagai perbandingan, ia menyebutkan bahwa net ekspor Singapura mencapai 90% dari PDB, menunjukkan struktur ekonomi yang jauh lebih ekspansif dan kompetitif di pasar internasional.
Selain itu, ia menggarisbawahi rendahnya rasio pajak Indonesia yang stagnan di bawah 10%. Bahkan jika ditambah dengan penerimaan pajak daerah, angkanya hanya mencapai sekitar 10,3%, jauh di bawah standar negara-negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang umumnya memiliki rasio pajak di atas 15%.
Machfud juga menyoroti kebijakan pengeluaran perpajakan (tax expenditure) atau insentif pajak pemerintah yang dinilainya sudah membengkak hingga mencapai 20% dari total penerimaan negara.
Menurutnya, kebijakan ini perlu diaudit secara menyeluruh dan objektif agar tidak menjadi instrumen yang justru melayani kepentingan segelintir elite.
Baca Juga: Emiten Ritel Gencar Diversifikasi dan Rebranding, Cek Rekomendasi Analis
Menanggapi wacana pembentukan lembaga semi, otonom seperti Semi, Autonomous Revenue Authority (SARA) dan BPN, Machfud menekankan bahwa solusi kelembagaan bukanlah jaminan keberhasilan reformasi fiskal.
Ia mengingatkan bahwa banyak negara mengalami kegagalan karena tidak memiliki kemauan politik (political will) yang memadai, sebagaimana juga disampaikan oleh ekonom Joseph Stiglitz dan Richard Bird.
Menurut Machfud, desain kelembagaan harus disesuaikan dengan konteks Indonesia, baik dari aspek politik, teknokrasi, maupun tata kelola pemerintahan. Ia menyatakan dukungan bersyarat terhadap pembentukan BPN, dengan catatan bahwa lembaga ini harus memiliki independensi dan akuntabilitas yang kuat.
Ia juga menegaskan pentingnya audit terhadap kebijakan tax expenditure, serta mendorong prioritas pada digitalisasi sistem perpajakan, seperti melalui pemanfaatan platform Cortex, sebelum melakukan perubahan institusional.
Baca Juga: Resmi Rebranding, Berikut Target dan Fokus Bisnis Bank SMBC Indonesia
Lebih lanjut, Machfud menekankan bahwa upaya meningkatkan penerimaan negara tidak boleh mengabaikan kualitas belanja negara. Ia menyarankan agar perhatian lebih diarahkan pada peningkatan efektivitas pengeluaran, terutama di kawasan timur Indonesia, daripada sekadar mengejar target penerimaan semata.
Selanjutnya: Peminat Vape Berkembang, Firstunion Luncurkan PTH Master
Menarik Dibaca: Peminat Vape Berkembang, Firstunion Luncurkan PTH Master
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News