Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan DPR akan membahas Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK). Di RUU P2SK tersebut, salah satunya mengatur aset kripto.
Kelak, pengawasan aset kripto akan dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai memasukkan aset kripto ke bawah pengawasan OJK dan BI patut dipertanyakan. Sebab, selama ini pengawasan aset kripto menjadi wewenang Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Dia membeberkan, terdapat pembahasan dalam RUU tersebut yang bakal mengubah pengaturan terkait aset kripto yang sudah ada sebelumnya.
Pasal yang bermasalah diantaranya, dalam Pasal 202 ayat 1, aktivitas aset kripto dimasukkan sebagai salah satu ruang lingkup Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) bersama sistem pembayaran, penyelesaian transaksi surat berharga, pengelolaan investasi, pengelolaan risiko, penghimpunan dan/atau penyaluran dana, pendukung pasar, jasa keuangan digital lainnya yang ditetapkan oleh otoritas di sektor keuangan sesuai dengan kewenangannya, serta aktivitas jasa keuangan lainnya.
Baca Juga: Regulasi Aset Kripto Bakal Diatur OJK dan BI di RUU P2SK, Ini Tanggapan Bappebti
Kemudian, dalam Pasal 205, 207, dan 208, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa keuangan (OJK) akan menjadi otoritas atas seluruh aktivitas yang tergolong dalam ITSK ini. menurutnya, Konsekuensi diaturnya aset kripto dalam RUU PPSK menimbulkan tumpang tindih pengaturan dengan regulasi yang sudah ada di Bappebti.
“Tumpang tindih pengaturan juga membuat arah pengembangan aset kripto tertunda karena Bappebti tengah menyiapkan bursa aset kripto, sementara RUU P2SK mengambil alih pengaturan ke OJK dan BI,” tutur Bhima dalam forum diskusi yang dihadiri Kontan.co.id, Rabu (2/11).
Untuk itu, Ia memberikan beberapa rekomendasi terkait pasal yang dinilai bermasalah tersebut.
Pertama, terkait pasal 205, menurutnya norma yang seharusnya adalah pihak yang menyelenggarakan ITSK wajib menyampaikan data dan informasi ke Bank Indonesia, OJK, atau Bappebti sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
Baca Juga: Bappebti Sebut Transisi Regulasi Aset Kripto ke BI dan OJK Butuh Waktu 5 tahun
Alasannya, Aktivitas aset kripto masuk dalam ranah ITSK dalam Pasal 202. Sebagai komoditi, aset kripto merupakan ranah Bappebti.
Oleh karena itu, diperlukan penambahan Bappebti sebagai otoritas ITSK berbasis komoditi. Hal ini selaras dengan rencana pemerintah yang ingin membuat aktivitas aset kripto dilakukan dalam bursa berjangka aset kripto yang diregulasi langsung oleh Bappebti.
Kedua, untuk pasal 207, pada poin satu Bhima menyarankan agar dalam pasal tersebut Bank Indonesia, OJK, dan Bappebti melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan ITSK sesuai dengan ruang lingkup kewenangannya.
Kemudian pada poin 4, letentuan lebih lanjut mengenai pengaturan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan OJK, Peraturan Bank Indonesia, atau Peraturan Kepala Bappebti sesuai dengan kewenangannya.
Baca Juga: RUU P2SK akan Atur Pengelolaan Dana JHT Dipecah Jadi Dua Akun, Apa Urgensinya?
Alasan atas saran tersebut karena aktivitas aset kripto masuk dalam ranah ITSK dalam Pasal 202. Sebagai komoditi, aset kripto merupakan ranah Bappebti. Oleh karena itu, diperlukan penambahan Bappebti sebagai lembaga yang melaksanakan pengaturan dan pengawasan ITSK berbasis komoditi.
Hal ini selaras dengan rencana pemerintah yang ingin membuat aktivitas aset kripto dilakukan dalam bursa berjangka aset kripto yang diregulasi langsung oleh Bappebti.
Ketiga, terkait pasal 208 ayat 1, Bhima menyebut norma yang seharusnya adalah Bank Indonesia, OJK, dan Bappebti dapat berkoordinasi dan/atau bekerja sama dengan kementerian/lembaga dan/atau pihak lain dalam rangka pengaturan, pengawasan dan penyelenggaraan ITSK.
Alasannya, sebagai otoritas yang menaungi perdagangan komoditi, Bappebti seharusnya dilibatkan sebagai otoritas yang menjalankan fungsi pengaturan, pengawasan dan penyelenggaraan ITSK bersama kementerian/lembaga dan/atau pihak lain.
“Hal ini menimbang fungsi UU PPSK untuk menciptakan kolaborasi lintas sektor otoritas," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News