kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelemahan rupiah bisa pengaruhi penerimaan pajak


Jumat, 27 April 2018 / 12:54 WIB
Pelemahan rupiah bisa pengaruhi penerimaan pajak
ILUSTRASI. Mata Uang Rupiah dan Dollar Amerika


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan rupiah yang terjadi saat ini dinilai bakal mempengaruhi penerimaan pajak. Sebab, dengan rupiah yang lemah, utang dari korporasi bisa membengkak sehingga berpengaruh ke perhitungan pajak yang bakal dibayarkan.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis ( CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, dengan demikian utang swasta perlu diwaspadai

"Kalau dollarnya menguat, utangnya jadi besar, lalu labanya turun, ini hati-hati. Debt to equity ratio (DER) bisa bengkak. Bisa besar utangnya. Pajak harus ditanya mitigasinya apa walau ini jangka pendek," kata Yustinus di Jakarta, Jumat (27/4).

Saat ini, pemerintah menerapkan ketentuan pembatasan rasio utang terhadap modal atau DER 4:1 lebih longgar dari patokan terdahulu 3:1. Kebijakan itu diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan 

"Lewat dari 4:1 akan dikoreksi oleh Ditjen Pajak. Misalnya DER 6:1, yang 2:1-nya kan gak bisa dibebankan, terkoreksi otomatis saya, laba saya akan turun," jelasnya.

Pengaruh dari pelemahan nilai tukar rupiah ke penerimaan pajak juga bisa dilihat apabila ekspor tinggi sehingga otomatis konversi ke rupiahnya tinggi dan menambah penerimaan PPN.

"Sebaliknya, kalau impornya tinggi, tekor PPN kita karena restitusinya tinggi," ucapnya.

Oleh karena itu, dia mengatakan, nilai tukar rupiah ini harus dimitigasi oleh pemerintah. "Sebab ada pengaruhnya ke PPh dan PPN," kata dia.

Seperti diketahui, neraca Perdagangan Maret 2018 tercatat mengalami surplus sebesar US$1,09 miliar. Surplus ini merupakan surplus pertama sejak Januari 2018. 

Surplus neraca dagang terjadi lantaran pertumbuhan nilai ekspor Indonesia pada Maret lebih besar jika dibandingkan nilai impornya. Tercatat, pertumbuhan ekspor Maret sebesar 10,24%, sementara impor hanya naik 2,34%.

Tingginya ekspor bulanan pada Maret 2018 yang tercatat US$15,58 miliar merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir sehingga, ekspor Maret berhasil mendorong Indonesia dari jeratan defisit neraca perdagangan dalam tiga bulan pertama tahun ini.

Sebelumnya, Indonesia mengalami defisit pada Januari dan Februari sebesar masing-masing US$ 680 juta dan US$ 120 juta. 


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×