kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelecehan seksual picu maraknya TKI ilegal


Kamis, 05 Desember 2013 / 20:54 WIB
Pelecehan seksual picu maraknya TKI ilegal
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) berjabat tangan dengan Menkeu Amerika Serikat Janet Yellen di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).


Reporter: Ferry Hidayat | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) pada tahun 2011-2012 tercatat baru menyelesaikan sekitar 4577 kasus yang melanda TKI di luar negeri.

Jumlah tersebut belum termasuk permasalahan yang tidak terselesaikan. Permasalahan TKI terus saja hadir, seperti masalah overstayer, kekerasan fisik, masalah seksual yang bahkan menelan korban jiwa.
 
Enni Eryani Hoesein, Praktisi LSM Perempuan Merah Putih mengatakan, masalah ketenagakerjaan Indonesia bermula dari Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI).  

“Kebanyakan masalah itu terletak pada PJTKI illegal. Sebagai sebuah perusahan jasa, kebanyakan dari mereka mementingkan pemenuhan permintaan dari agen penyalur jasa TKI, karena tuntutan ini bekal awal TKI untuk bekerja tidak sempat diberikan. Yang lebih parah adalah tidak terpenuhinya syarat-syarat administatif untuk bekerja di luar negeri,” tambah Enni.
 
Enni melihat, permasalahan administratif adalah awal kehadiran masalah-masalah lainnya untuk para TKI. Menurut Enni, selain kekerasan yang diterima oleh para TKI, berubahnya orientasi kerja dari pekerja rumah tangga menjadi pekerja seks adalah satu permasalahan baru yang hadir.

“Awalnya pelecahan seksual yang diterima oleh para pekerja membuat mereka kabur dari rumah tempat mereka bekerja,” jelasnya.
 
Kemudian, lanjut Enni, para pekerja yang kabur membentuk komunitas dan tinggal bersama. Pada kondisi seperti itu, ketika ada tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan susahnya mendapat pekerjaan dengan status tenaga kerja yang tidak jelas, akhirnya mereka memutuskan untuk bekerja menjadi pekerja seks.

Enni mengatakan, banyak di antara TKI yang bekerja adalah anak-anak di bawah umur. “Ketika mereka mendaftarkan diri  kepada PJTKI illegal, PJTKI ini memalsukan data mereka. Tujuannya agar syarat-syarat administratif dapat diurus dengan mudah. Tapi pemalsuan data ini awal dari masalah-masalah lainnya,” ujarnya.  
 
Permasalahan ini, jelas Enni, sama seperti perdagangan manusia. Enni melihat masalah  pemerkosaan hingga melahirkan anak-anak majikan merupakan bentuk direndahkannya bangsa Indonesia. “Kita itu seperti tidak punya kekuatan di luar sana,” kata Enni.  

Bahkan, menurutnya, berubah profesi TKI dari pekerja rumah tangga, hingga menjadi pekerja seks merupakan catatan buruk bangsa Indonesia. Ini menunjukan selain lemahnya citra Indonesia di mata dunia, ternyata perhatian pemerintah terhadap tenaga kerja pun kurang.
 
Enni sebagai praktisi pun melihat bahwa permasalahan ini harus direspon dengan serius. “Indonesia perlu mengadakan penertiban PJTKI, selain titik-titik yang memungkinkan penyelendupan harus ditutup,” ungkap Enni yang juga Politisi Partai NasDem.    
 
Senada dengan Enni, Lathifa Manrina Al Anshori politikus muda yang pernah menjalani pendidikan di Universitas Kairo berpendapat, permasalahan TKI yang tak kunjung henti karena citra buruk yang dimiliki oleh Indonesia.

Lhatifa mengaku pernah merasakan dan melihat bagaimana lemahnya citra Indonesia di negara asing. “Perlakuan mereka ketika melihat paspor Indonesia dan paspor dari negara asing lain sangat berbeda,” Kata Lathifa.
 
Lathifa mengatakan, dari semua TKI yang bekerja di luar, 40 persen TKI bekerja Timur Tengah. Sebagian dari TKI ini memiliki permasalahan administratif.

“Bahkan, hampir semua TKI yang berada di Mesir merupakan TKI illegal,” ungkap Lhatifa.  Sebagai pengamat hubungan luar negeri Indonesia spesialisasi Timur Tengah, Lathifa melihat perlu adanya perubahan sistem dan kebijakan tenaga kerja Indonesia. Lathifa melihat perlu ada perubahan yang masif untuk meningkatkan citra Indonesia, “kita harus cepat tanggap merespon semua permasalahan TKI,” ungkap Lhatifa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×