Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penandatanganan kerjasama Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) antara Indonesia dan Australia disambut positif pelaku pasar. Australia dipandang sebagai pasar potensial yang mampu menyerap produk-produk unggulan Indonesia.
Selain itu, kerjasama ini bisa menjadi solusi terhadap produk-produk unggulan Indonesia yang tengah dihadang di negara-negara lain. “Selama ini kan Australia bukan pasar yang mature buat Indonesia. Kurang dilihat. Dengan IA-CEPA bisa jadi peluang,” ujar Ekonom Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, dalam siaran persnya, Rabu (5/3).
Ia mengapresiasi kesuksesan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam menjalin kerjasama dengan Australia melalui IA-CEPA. Kerjasama free trade agreement kedua negara diharapkan bisa memacu ekspor Indonesia ke negeri Kanguru tersebut. Australia sendiri saat ini menempati posisi ke-17 sebagai negara tujuan ekspor nonmigas Indonesia.
Komoditas yang menjadi perhatian untuk bisa gencar di ekspor ke Australia salah satunya adalah CPO. Apalagi, saat ini minyak sawit Indonesia tengah menghadapi banyak hambatan nontarif yang membuat perdagangannya mengalami kontraksi. Dengan adanya IA-CEPA, Lana berharap pengiriman ekspor minyak sawit dapat kembali bergairah karena mendapatkan pasar baru di Australia.
Hal senada diungkapkan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus. “IA-CEPA bisa jadi peluang untuk mengembangkan ekspor, untuk meminimalisir defisit neraca perdagangan Indonesia dengan Australia, dan untuk meningkatkan output industri,” kata Heri.
Ada dua yang menjadi catatan Heri. Pertama daya saing produk-produk Indonesia yang nantinya akan dieskpor ke Australia. Apakah produk-produk tersebut sudah kompetitif meskipun sudah diberikan keringanan tarif.
Tantangan kedua yang akan dihadapi adalah tentang persyaratan non-tarif measure (NTM), atau aturan-aturan non tarif yang ditetapkan oleh Australia. Dalam pandangan Heri, untuk melindungi produk dalam negeri, suatu negara cenderung mengeluarkan banyak NTM tarif ketika aturan terkait tarif telah diminimalkan.
“Jadi aturan-aturan non tarif itu, itu justru yang menyulitkan negara-negara berkembang untuk masuk ke negara maju. Nah, kita sudah bisa belum menghadapi NTM-nya? Sudah bisa menghadapi itu belum? Itu yang jadi pekerjaan rumah,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Rosan P Roeslani memprediksi adanya IA-CEPA, perdagangan Indonesia ke Australia dapat meningkat sekitar 17—19% per tahun.
“Dengan kerjasama ini barang-barang kita jadi lebih kompetitif, karena penurunan dari tarif baik secara signifikan sampai ke nol juga. Itu juga barang-barang kita bisa bersaing dengan produk dari negara lain di pasar Australia,” ujar Rosan.
Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement/ IA-CEPA) resmi disahkan kedua negara, Senin (4/3).
Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita serta Menteri Perdagangan, Pariwisata, dan Investasi Australia Simon Bimingham menandatangani perjanjian tersebut disaksikan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla, di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan.
Enggar menyebutkan, perjanjian dagang dengan Australia bisa dikategorikan sebagai perjanjian dagang paling alot yang pernah dijalani. Ini lantaran perundingan kesepakatan ini memakan waktu sembilan tahun. “IA-CEPA bisa dibilang salah satu perjanjian dagang paling alot. Setelah 9 tahun berunding, kami akhirnya mencapai momen ini. Selamat untuk kita semua,” tutur Enggar.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Iman Pambagyo sempat menjelaskan, IA-CEPA memiliki beberapa keuntungan bagi Indonesia. Dalam hal perdagangan barang, ekspor Indonesia akan meningkat ke Australia karena Australia telah memberikan komitmen untuk mengeliminasi bea masuk impor untuk seluruh pos tarifnya menjadi 0%.
Di mana perjanjian IA-CEPA akan mengeliminasi 100% tarif barang asal Indonesia ke Australia dan 94% tarif barang dari Australia ke Indonesia. Di bidang investasi dan pelayanan, kedua negara akan memiliki akses lebih, termasuk pergerakan bidang profesi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News