Sumber: Kompas.co | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Achmad Basarah mengatakan partainya mendukung usulan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat untuk mengkaji ulang putusan MK yang terindikasi suap. Menurutnya, pengkajian ulang ini memungkinkan untuk dilakukan meski UUD 1945 menyebutkan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Apakah sebuah keputusan MK yang dibuat dengan cara-cara bukan negarawan tapi karena suap dan korupsi dapat memenuhi rasa keadilan substansial yang dicari masyarakat? Kalau keputusan MK ternyata terbukti di pengadilan terindikasi suap, maka keadilan substansial tak terpenuhi," ujar Basarah, di Jakarta, Senin (2/12).
Putusan yang terindikasi ada unsur suap di belakangnya, menurutnya, bukan putusan yang mulia. Basarah mengatakan, hakim MK harus memenuhi rasa keadilan masyarakat. Selain itu, mekanisme peninjauan ulang putusan MK tak perlu amandemen UUD 1945. Peninjauan kembali cukup dilakukan dengan eksaminasi para hakim konstitusi.
"Hakim konstitusi itu harus bisa melakukan terobosan hukum," ujarnya.
Terkait kemungkinan adanya kerusuhan yang terjadi di daerah-daerah jika hasil putusan MK ditinjau ulang, Basarah mengatakan, hal ini menjadi ranah kepolisian. Ia mengatakan, yang terpenting adalah adanya keinginan para hakim konstitusi untuk mengembalikan hak masyarakat yang telah dirampas akibat perilaku korup hakim konstitusi.
Tinjau ulang
Sebelumnya, Wakil Ketua MK Arief Hidayat mengusulkan perlunya peninjauan kembali atas keputusan MK dalam perkara yang ditangani mantan Ketua MK Akil Mochtar. Guru Besar Universitas Diponegoro itu menambahkan, MK sebagai penjaga dan penafsir tunggal konstitusi bisa saja memberikan tafsir baru atas UUD 1945 yang menetapkan keputusan MK adalah final dan mengikat.
Dalam tafsir baru itu, kata Arief, MK bisa mengusulkan bahwa keputusan MK final dan mengikat jika keputusan itu dibuat tanpa intervensi. Untuk membuat tafsir itu, Arief berpendapat, MK tak perlu mengajukan amandemen UUD 1945. Menurutnya, hakim konstitusi cukup melakukan pembahasan di tingkat internal. Tafsir baru ini, katanya, juga bisa berlaku surut. Dalam artian, jika ada sengketa-sengketa pilkada yang terbukti diputuskan oleh hakim karena suap, maka bisa ditinjau lagi. (Sabrina Asril)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News