kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pasca-Pemilu 2014, korupsi masih akan berlangsung


Senin, 25 November 2013 / 13:34 WIB
Pasca-Pemilu 2014, korupsi masih akan berlangsung
ILUSTRASI. Wuling Motors luncurkan mobil listrik Air EV


Sumber: Kompas.co | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris pesimistis pemilu yang diselenggarakan pada tahun 2014 akan mendorong perubahan ke arah yang lebih baik.

Menurutnya, pasca pemilu 2014, penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi yang dilakukan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan terus berlangsung.

"Dari sudut pandang studi kami, tidak akan berubah. Sama saja," katanya di Gedung Widya Graha LIPI, Jakarta, Senin (25/11/2013).

Haris mengatakan tidak adanya perubahan tersebut disebabkan adanya masalah mendasar dalam skema pemilu, baik pemilu legislatif maupun eksekutif. Skema pemilu saat ini, katanya, tidak menjanjikan munculnya presiden dan wakil rakyat yang kapabel dan akuntabel.

Di tingkat legislatif, Haris mengatakan meskipun pemilu legislatif menghasilkan wakil rakyat yang representatif, namun tidak menghasilkan wakil rakyat yang akuntabel. Ia mengatakan hal itu disebabkan banyaknya masalah dalam skema pemilu legislatif, seperti daerah pemilihan (dapil), jumlah wakil di setiap dapil, dan sebagainya.

Sementara itu, di tingkat eksekutif, ia juga menyoroti sistem seleksi pemilihan calon presiden dalam internal partai politik. UU Pilpres, kata Haris, juga tidak mewadahi sistem seleksi calon presiden dalam internal partai politik yang demokratis. Menurutnya, setiap partai politik sehausnya mengadakan pemilu pendahuluan (prelimenery election) sebelum menentukan calon presiden.

"Jangan tiba-tiba semua ketua umum seolah-olah punya hak istimewa menjadi calon presiden," ujarnya.

Persoalan skema pemilu itu, Haris menyatakan, berpengaruh pada pola hubungan antara presiden dan DPR. Skema pemilu saat ini juga tidak mendukung sistem presidensial yang efektif. Buktinya, katanya, presiden seringkali terpenjara oleh DPR dalam menentukan kebijakan. (Rahmat Fiansyah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×