Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Lamgiat Siringoringo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menilai perlambatan pertumbuhan ekonomi global akibat pandemi Covid-19 menghadirkan tantangan terhadap perekonomian Indonesia. Kondisi ini mendorong para pelaku usaha untuk mengambil sejumlah langkah dan strategi yang tepat, termasuk mencari peluang-peluang pasar baru.
“Perlu ada dorongan agar pelaku usaha Indonesia dapat lebih berorientasi ekspor dan tidak hanya berfokus memenuhi kebutuhan domestik,” kata Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani dalam Jakarta Food Security Summit (JFSS) ke lima di Jakarta, Kamis (19/11).
JFSS diselenggarakan setiap dua tahun sekali sejak 2010 (2010, 2012, 2015 dan 2018). Menampung masukan dari seluruh pemangku kepentingan, JFSS bertujuan untuk mendukung pemerintah mewujudkan ketahanan pangan dan pada saat yang sama meningkatkan produktivitas petani yang serta merta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, peternak dan nelayan.
Kali ini KADIN menyelenggarakan JFSS-5 pada 18-19 November dengan mengangkat tema “Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Mendukung Ketahanan Pangan & Gizi, Serta Meningkatkan Kesejahteraan Petani, Peternak, Nelayan & Industri Pengolahan.” Badan Perdagangan Dunia (WTO) memproyeksikan volume perdagangan dunia akan turun sebesar 7,2% pada 2020. Volume perdagangan global ada kemungkinan baru bisa pulih pada akhir 2021 dengan pertumbuhan sekitar 7,2 persen. Seiring dengan anjloknya transaksi perdagangan dunia, WTO memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2020 akan minus 4,8% dan diprediksi kembali tumbuh 4,9% pada 2021.
Shinta mengatakan, peluang ekspor ke negara-negara mitra dagang Indonesia tetap terbuka kendati negara-negara di dunia sedang terpukul oleh pandemi Covid-19. Namun, hambatan dagang tarif dan nontarif masih menjadi tekanan tersendiri bagi komoditas ekspor utama Indonesia, terutama minyak kelapa sawit mentah, karet, dan produk perikanan. Hambatan non-tarif meliputi standar terkait sustainability, seperti IIU Fishing, standar tenaga kerja, dan perlindungan lingkungan; standar kesehatan dan keselamatan yang menyangkut toleransi polutan dan zat karionegen; serta standar kemasan.
Adapun hambatan tarif, Shinta melanjutkan, menyangkut besaran tarif dan akses. Penerapan hambatan tersebut dibolehkan berdasarkan perjanjian GATT WTO dengan syarat tidak diskriminasi, diterapkan secara transparan dengan tolak ukur yang jelas, alasan penerapannya dapat dibuktikan secara scientific, dan persyaratan dapat dipenuhi secara reasonable.