Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Lamgiat Siringoringo
Menurut Shinta, untuk meminimalkan hambatan perdagangan tersebut dan meningkatkan ekspor KADIN mengusulkan sejumlah cara, yaitu pertama, meningkatkan produktivitas dan stabilisasi produksi dalam negeri, serta reformasi sektor agrikultur dan perikanan dengan perbaikan iklim usaha. Kedua, pembenahan 2 dari 3 mistmatch input-output antara produksi pangan hulu dengan kebutuhan input industri makanan dan minuman dan pasar ekspor dari segi volume dan standar serta Sinergi & kerjasama antar elemen pemerintah. Ketiga, penguatan diplomasi dengan cara melakukan institutional reform pada institusi publik dan swasta yang bertanggung jawab atas promosi, perdagangan, dan investasi melalui kajian-kajian dan penguatan riset pasar. Kajian tersebut antara lain mencakup promosi, market intelligent, pengumpulan data dan informasi hambatan non-tariff termasuk regulasi teknis, standar, dan private standards, pengumpulan data usaha, business matching, dan pendampingan. Terkait dengan kemenangan Joe Biden atas incumbent Donald Trump dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat, Shinta menyebutkan KADIN meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan negosiasi dengan AS agar tetap mempertahankan fasilitas pengurangan bea masuk atau Generalized System of Preferences (GSP). Upaya negosiasi tersebut penting karena US Trade Representative (USTR) di WTO yang tidak lagi memasukkan Indonesia sebagai negara berkembang.
Indonesia dan AS, kata Shinta, perlu mengembangkan cara lain untuk menciptakan skema preferensi dagang yang memiliki tingkat kepastian lebih tinggi dan lebih permanen bagi pelaku usaha Indonesia “KADIN mendukung bila pemerintah Indonesia dan AS akan mengembangkan skema kerja sama perdagangan yang baru secara bilateral, selain GSP,” ujarnya. Satu di antaranya yang masih dalam pembahasan adalah Limited Trade Deal (LTD). Ini akan memberikan fasilitas khusus bagi produk unggulan dan potensi ekspor Indonesia khususnya dalam membentuk supply chain produksi antara Indonesia-AS. AS merupakan mitra dagang terbesar Indonesia keempat setelah China, Jepang, dan Singapura.
Data BPS menunjukkan nilai perdagangan Indonesia-AS mencapai US$28,6 miliar pada 2018. Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto dalam JFSS-5 menyatakan, untuk menopang kinerja ekspor selain perikanan tangkap, perikanan budi daya sangat menjanjikan. Karena itu perlu ada kerja sama antara pemerintah dan swasta untuk melakukan observasi dan eksploitasi budi daya perikanan. “Perlu konsolidasi nasional pelaku usaha perikanan agar terjadi kesamaan langkah dan strategi meningkatkan produksi dan menghadapi persyaratan global yang semakin ketat,” katanya. Selain itu, Yugi melanjutkan, pemerintah dan pelaku usaha perikanan juga perlu memperkuat supply chain dalam sistem logistik ikan nasional untuk menghasilkan efisiensi dan daya saing produk perikanan di pasar global.
Menurut Yugi, Indonesia memiliki lima komoditas perikanan andalan ekspor. Namun permasalahanna, hilirisasi produk perikanan di Tanah Air masih rendah. “Ini tantangan utama Kementerian KKP untuk meningkatkan hilirisasi tersebut,” ujarnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News