kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.871   68,00   0,43%
  • IDX 7.147   -14,46   -0,20%
  • KOMPAS100 1.093   -1,18   -0,11%
  • LQ45 868   -4,12   -0,47%
  • ISSI 217   0,73   0,34%
  • IDX30 444   -2,73   -0,61%
  • IDXHIDIV20 535   -4,97   -0,92%
  • IDX80 125   -0,13   -0,10%
  • IDXV30 135   -1,16   -0,85%
  • IDXQ30 148   -1,31   -0,88%

Pakar Hukum Denny Indrayana: Terbitkan Perpu No 2/2022 Presiden Lecehkan Putusan MK


Sabtu, 31 Desember 2022 / 14:50 WIB
Pakar Hukum Denny Indrayana: Terbitkan Perpu No 2/2022 Presiden Lecehkan Putusan MK
ILUSTRASI. Denny Indrayana, Guru Besar Hukum tata Negara. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/nym.


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Landasan pemerintah untuk memanfaatkan konsep kegentingan memaksa dalam menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) atau Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja mulai menuai pro dan kontra.

Hanya saja hingga Sabtu (31/12) pemerintah belum merilis secara detil bagaimana naskah akhir dari Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini.

Saya terus terang terkejut membaca berita Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. 

Denny Indrayana, Guru Besar Hukum Tata Negara salah satu yang mempertanyakan landasan penerbitan Perpu Nomor 2/2022 ini.

Baca Juga: Pemerintah Terbitkan Perpu No 2/2022 Pengganti UU Cipta Kerja, Ini Pokok-pokok Isinya

"Meskipun saya telah mencari ke berbagai sumber, termasuk meminta kepada pejabat tinggi yang mempersiapkannya, Perpu tersebut belum tersedia untuk dibaca utuh apa substansinya," kata Denny Indrayana dalam pernyataan tertulis yang diterima KONTAN, Sabtu (31/12).

Namun demikian, satu hal yang bisa dia simpulkan adalah, Perpu ini memanfaatkan konsep “kegentingan yang memaksa.” Hal ini pada akhirnya menegasikan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menguji formal dan memutuskan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. 

Denny menilai jika ada anggapan seperti diberbagai pemberitaan bahwa "Perpu No 2/2022 ini menggugurkan Putusan MK” maka hal ini yang menjadi kesalahan besar.

Sebab ini berarti presiden telah melakukan pelecehan atas putusan sekaligus kelembagaan Mahkamah Konstitusi. Presiden tidak menghormati MK. "Presiden telah melakukan Contempt of the Constitutional Court," ungkapnya. 

Sebab Mahkamah Konstitusi diberikan kewenangan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk menguji konstitusionalitas undang-undang. 

Baca Juga: Begini Tanggapan Buruh Soal Penerbitan Perppu Cipta Kerja

Ketika MK menyatakan satu UU tidak konstitusional, maka pembuat undang-undang harus patuh dan melaksanakan putusan MK. "Bukan dengan menggugurkannya melalui Perpu," kata Denny.

Sekadar mengingatkan berdasarkan putusan MK tegas menyatakan secara formal UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945. 

Paling tidak karena dalam sistem hukum di Indonesia, belum adanya standar baku pembuatan omnibus law. Selain itu yang paling mendasar, tidak adanya partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam proses pembuatan UU Cipta Kerja tersebut. 

Dengan demikian seharusnya Presiden dan DPR melakukan perbaikan UU No 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan memperhatikan putusan MK tersebut.

Baca Juga: Perppu Cipta Kerja Masih akan Dibahas dalam Sidang DPR

Tapi pemerintah memilih untuk mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Presiden seolah menjawab sisi kebutuhan cepat pemenuhan UU, tetapi melecehkan dan tidak melaksanakan putusan MK. Karena Perpu meskipun nantinya disetujui DPR menjadi UU, pasti tidak melibatkan partisipasi publik sama sekali.

Yang paling berbahaya, selama ini posisi Presiden selalu menghormati putusan MK, meskipun tidak selalu sependapat. Penghormatan terhadap putusan MK ini sebagai perwujudan tunduk dan patuh pada konstitusi aturan bernegara di Indonesia. 

Dengan Presiden menerbitkan Perpu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang menggugurkan dan melecehkan putusan MK, berarti Presiden sudah memberikan contoh buruk. 

"Kalau Presiden saja memberi suri tauladan untuk melecehkan Mahkamah Konstitusi, bagaimana pula rakyat kebanyakan akan memandang organ konstitusi yang diberi mandat strategis untuk menjaga negara hukum demokratis kita tersebut," kata Denny Indrayana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×