Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemakaian air di kawasan hutan lindung untuk sektor usaha kini tidak gratis. Pemerintah mengenakan iuran atau pungutan atas usaha pemanfaatan air di kawasan hutan lindung.
Melalui Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2014 tentang Peraturan Negara Bukan Pajak (PNBP) setidaknya ada tiga jenis usaha yang dikenakan iuran tersebut. Usaha pertama, pemanfaatan air hutan lindung.
Ada dua jenis pungutan yang dipungut oleh pemerintah terkait pemanfaatan air hutan lindung, yakni pertama pungutan untuk investasi pemanfaatan sumber air. Besaran pungutan yang diberlakukan untuk jenis ini mencapai; untuk investasi skala mikro sebesar Rp 1,25 juta per izin, kecil sebesar Rp 12,5 juta, menengah Rp 250 juta dan usaha skala besar Rp 1,25 miliar per izin.
Pungutan kedua untuk pemanfaatan sarana dan prasarana. Untuk pemanfaatan ini pemerintah mengenakan pungutan masing- masing sebesar Rp 5 juta per hektare per izin, Rp 10 juta per hektare per izin, Rp 30 juta per hektare per izin dan Rp 50 juta per hektare per izin pemanfaatan sarana prasarana air hutan lindung.
Jenis pungutan kedua, untuk pemanfaatan energi air di kawasan hutan lindung. Untuk jenis pemanfaatan ini pemerintah mengenakan pungutan sebesar Rp 1 juta per izin pemanfaatan sumber air untuk pengembangan energi mikro hidro, serta Rp 5 juta per izin untuk pengembangan energi minihidro.
Sedangkan jenis ketiga adalah pungutan usaha pemanfaatan. Di sini, pengusaha yang melakukan usaha pemanfaatan air di kawasan hutan lindung akan dikenakan pungutan sebesar 2% dikalikan harga dasar air PDAM setempat pervolume penggunaan air untuk investasi skala mikro. Pungutan 4% dikalikan harga dasar air PDAM setempat per volume penggunaan untuk investasi skala kecil, 6% kali harga dasar PDAM setempat per volume per penggunaan dan 8% dikalikan harga dasar air PDAM setempat per volume per penggunaan untuk investasi skala besar.
Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan mengatakan bahwa pengenaan pungutan tersebut dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Selain untuk menggenjot penerimaan negara dari sektor kehutanan, Zulkifli yakin, nilai keekonomian air yang diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan akan semakin tinggi.
"Makanya itu kalau dulu tidak bayar, sekarang baru kami kenakan pungutan dan memang belum tinggi," kata Zulkifli pekan kemarin.
Sementara itu Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi IV DPR meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan untuk mengelola pemanfaatan sumber air di hutan lindung sebaik mungkin. Sebab ke depan, sumber air di hutan lindung pasti akan menjadi incaran industri yang bergerap di sektor air.
"Air minum terbaik berada di kawasan hutan konservasi maupun lindung, kami yakin ke depan air mineral yang harganya sama dengan premium bersubsidi akan menjadi rebutan maka itu kami minta ini dikelola dengam baik," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News