CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Pajak rilis SE 24 soal pengungkapan aset sukarela


Rabu, 22 November 2017 / 23:11 WIB
Pajak rilis SE 24 soal pengungkapan aset sukarela


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - MANADO. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/2016 dengan PMK Nomor 165/2017. Revisi PMK ini salah satunya memberi kesempatan lagi bagi wajib pajak (WP) yang tidak ikut amnesti pajak dan bagi peserta amnesti pajak yang belum melaporkan seluruh hartanya.

Mereka tidak akan dikenai sanksi asalkan mengungkapkan sendiri harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan (2015) bagi yang bukan peserta amnesti pajak, atau belum diungkapkan dalam surat pernyataan harta (SPH) bagi peserta amnesti pajak.

Dengan terbitnya PMK ini, Ditjen Pajak mengeluarkan aturan turunannya, yakni Perdirjen Nomor 23 tanggal 20 November 2017.  Direktur Peraturan Perpajakan II Yunirwansyah menyatakan, yang diatur dalam Perdirjen ini adalah tentang SPT Masa PPh Final bagi wajib pajak yang akan memanfaatkan kebijakan pengungkapan aset sukarela dengan tarif final (Pasfinal) ini.

“WP akan menyampaikan dalam bentuk SPT Masa PPh Final itu. Jenis hartanya apa, nilainya berapa,” katanya pada acara Media Gathering di Manado, Sulawesi Utara, Rabu (22/11).

Ia menerangkan, soal penilaian sendiri, aturan acuannya adalah Surat Edaran (SE) 24 yang merupakan aturan pelaksanaan dari PP 36. SE ini mengatur bahwa penilaian harta selain kas dilakukan sesuai kondisi dan keadaan harta pada 31 Desember 2015 (atau akhir periode yang berbeda untuk WP yang memiliki akhir tahun buku berbeda) sesuai dengan beberapa pedoman nilai.

“Nilainya pakai NJOP kalau tanah dan bangunan. NJKB kalau kendaraan bermotor. Kalau atas harta terdapat utang dikurangi dulu jadi nilai bersih,” jelasnya.

Apabila WP tidak mau, WP juga boleh memakai nilai dari penilai publik. Selain itu, WP juga bisa minta Ditjen Pajak untuk menilai.

“Kalau dia minta Ditjen Pajak untuk menilai, maka atas harta itu, tidak boleh oleh teman-teman di KPP untuk dijadikan objek PP 36 yang ditambah dengan sanksi Pasal 18 UU Tax Amnesty,” kata dia.

“Jadi, selama proses penilaian itu, Ditjen Pajak tidak boleh jalankan pemeriksaan, tidak boleh terbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2),” lanjutnya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama juga menegaskan, saat WP mengajukan ke Ditjen Pajak untuk dilakukan penilaian atas asetnya, maka atas aset tersebut tidak bisa dilakukan pemeriksaan. Kecuali ditemukan aset lainnya yang tidak dilaporkan.

“Waktu WP ajukan ke Ditjen Pajak untuk lakukan penilaian, akan muncul notifikasi bahwa dia sudah niat baik. Jadi tidak ada SP2,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×