kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pajak digital menyasar transaksi di atas Rp 600 juta


Rabu, 01 Juli 2020 / 07:00 WIB
Pajak digital menyasar transaksi di atas Rp 600 juta


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Adinda Ade Mustami

Menurut Yoga, dengan kriteria tersebut maka penunjukan pemungut PPN didasarkan semata-mata atas besaran nilai transaksi dengan pembeli di Indonesia atau jumlah traffic atau pengakses dari Indonesia tanpa memandang domisili atau yurisdiksi tempat kedudukan pelaku usaha. 

"Pengusaha kena pajak yang melakukan pembelian barang dan jasa digital untuk kegiatan usaha dapat melakukan pengkreditan pajak masukan," kata Yoga, Selasa (30/6).

Tepat dan ideal

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darusalaam menilai, ketentuan PPN PMSE tersebut sudah tepat. Sebab, aktivitas ekonomi platform digital, meningkat di tengah pandemi Covid-19.

Baca Juga: Inilah ketentuan e-commerce luar negeri yang wajib pungut PPN

"Artinya, sektor digital justru meraih windfall gain di tengah pandemi. Selain itu, PPN juga merupakan jenis pajak yang relatif stabil di tengah krisis," kata Darussalam kepada KONTAN.

Selama ini, konsumsi barang kena pajak tak berwujud dan jasa kena pajak lintas yurisdiksi, sulit dideteksi. Sehingga, sebelum beleid tersebut terbit, pemerintah belum bisa menarik pajak digital.

Darussalam juga menilai, besaran threshold yang ditetapkan otoritas pajak sudah ideal. Meski berbeda dengan subjek pajak dalam negeri (SPDN) PMSE, penentuan threshold semata-mata lebih didorong untuk melindungi pengusaha kecil dari biaya administrasi pemungutan PPN. "Pada kacamata crossborder, terutama produk digital, argumen perlindungan tersebut sepertinya tidak relevan. Dengan demikian, threshold Rp 600 juta per tahun tidak ada masalah," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×