Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat resmi menutup kepailitan PT Daya Mandiri Resources Indonesia (DMRI) dan PT Dayaindo Resources International Tbk. Hal ini seiring dengan permintaan tim kurator yang mengaku tak dapat menemukan aset perusahaan sejak dinyatakan pailit pada 2013 silam.
Dalam rapat kreditur yang diselenggarakan di pengadilan, Senin (10/10) salah satu kurator Djawoto Juwono mengatakan, sudah melakukan berbagai upaya untuk menemukan aset perusahaan tapi hasilnya nihil.
"Ada satu aset yang berhasil dijual yakni satu unit apartemen yakni di Mangga Dua yang berhasil laku Rp 800 juta yang hasilnya dipakai untuk biaya operasional kepailitan," katanya.
Sementara itu, aset berupa beberapa izin tambang milik debitur juga tak bisa dilelang. Sebab, berdasarkan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara menyatakan setiap perusahaan batubara dinyatakan pailit maka baik izin dan infrastruktur pertambangan akan dikembalikan kepada negara.
Sekadar tahu saja, memang pasca dinyatakan pailit pada Juli 2013 tim kurator sempat melansir beberapa aset milik debitur diantaranya deposito hasil dari right issue Dayaindo senilai Rp 900 miliar dan beberapa saham di anak perusahaan. Meski begitu, menurut Djawoto aset tersebut tidak ditemukan.
"Untuk dana deposito kami sudah mengejar hingga ke Singapura tapi juga tidak ditemukan dan untuk saham di anak perusahaan pun baru diketahui kalau anakan usahanya adalah paper company," jelas dia.
Terlebih lagi, Direktur Utama dan Komisaris Dayaindo Sudiro Andi Wiguno dan Andrew Sutanto sudah meninggal dunia. Sehingga, tim kurator semakin sulit mengetahui dan menulusuri aset perusahaan.
Djawoto pun bilang, selama proses kepailitan ini kreditur pemegang jaminan (separatis) Bank Maybank Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) telah mengeksekusi jaminannya yang berupa kapal.
Dalam rapat pun, tim kurator menyampaikan ada beberapa aset yang diketahui atas nama Sudiro. Tapi, hal tersebut kembali tak bisa dieksekusi karena bukan termasuk dalam bodoel pailit.
"Harta pribadi direksi perusahaan tidak masuk dalam bodoel pailit. Terkecuali bisa dibuktikan saat membeli aset itu menggunakan uang dari perusahaan. Pembuktiannya pun susah," tambah Djawoto.
Dengan demikian, ia meminta kepada pengadilan untuk menutup perkara kepailitan ini. Pasalnya, daripada dilanjutkan dan biaya operasional terus berjalan lebih baik diakhiri. Apalagi menurutnya, dalam UU Kepailitan dibolehkan bagi kurator untuk meminta kepada pengadilan untuk menutup proses kepailitan.
Hakim pengawas dalam proses kepailitan ini Abdul Kohar pun mengatakan, meski proses kepailitan ini ditutup nantinya para kreditur bisa membukanya kembali kalau sewaktu-waktu menemui aset perusahaan. Syaratnya, aset tersebut bisa dibuktikan secara sah, sederhana, dan didukung dengan dokumen terkait yang menyatakan itu milik perusahaan.
Adapun kreditur yang menghadiri rapat Bank Maybank, kantor pajak, dan beberapa kreditur konkuren seluruhnya menerima penutupan kepailitan DMRI dan Dayaindo.
Sekadar mengingatkan, saat dinyatakan pailit diketahui debitur memiliki utang kepada seluruh krediturnya mencapai Rp 900 miliar. Krediturnya itu diantaranta Bank Maybank Rp 76,41 miliar, BRI Rp 24,38 miliar, dan SUEK AG yang mengajukan tagihan lebih dari US$ 4 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News