Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Eskalasi barang kena cukai akan semakin mulus. Nantinya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak harus menentukan barang kena cukai melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
Ketentuan ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau RUU omnibus law perpajakan. Ini dalam rangka menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri untuk penguatan perekonomian dengan relaksasi penentuan jenis barang kena cukai.
Baca Juga: Kejar target penerimaan, Ditjen Pajak tambah 18 KPP Madya
"Kalau dulu dimintai persetujuan melalui parlemen, sekarang kita usulkan ini lebih fleksibel kita usulkan ditetapkan melalui peraturan pemerintah (PP)" kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi di Kantor Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta Selasa (11/2).
Heru bilang dalam omnibus law perpajakan perubahan atau modifikasi mekanisme penambahan barang kena cukai baru lewat, bisa lebih fleksibel. Sehingga, mekanisme bila beleid sapu jagad perpajakan yang sudah disampaikan pada akhir bulan lalu itu disetujui DPR RI, akan segera terbit PP yang berisi macam pengenaan barang kena cukai sebagai aturan turunan.
Sementara, untuk tarif cukainya secara pararel akan diatur lebih lanjut lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Nah, ke depan fleksibilitas barang kena cukai akan masuk dalam postur penerimaan cukai Undang-Undang (UU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Dalam pembasahan omnibus law perpajakan nanti ditambahkan di penjelasan bahwa akan dimintakan persetujuan sebagai dasar pengenaan postur penerimaan APBN. Tentunya dengan mempertimbangkan tujuan pengendalian konsumsi yang dinamis dan fleksibel,” kata Heru.
Baca Juga: Muluskan omnibus law, pemerintah siapkan pemanis berupa bonus gaji
Nah di tahun ini, Bea Cukai mengusulkan tiga barang kena cukai, Pertama cukai kantong plastik yang tinggal melanjutkan pembahasan dengan parlemen di tahun ini. Kedua, cukai minuman berpemanis atau minuman bersoda yang sudah dalam kajian dengan Kementerian Kesehatan (Kemkes).