kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ombudsman: Ada Dugaan Malaadministrasi Layanan Kesehatan Terkait Kasus Gagal Ginjal


Selasa, 25 Oktober 2022 / 17:05 WIB
Ombudsman: Ada Dugaan Malaadministrasi Layanan Kesehatan Terkait Kasus Gagal Ginjal
ILUSTRASI. Petugas Kepolisian dan Petugas Dinas Kesehatan Sukoharjo melakukan pengecekan obat berbahan cair atau sirop saat kegiatan Sidak Apotek di Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin (24/10/2022). Sidak tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti rilis BPOM


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman temukan dugaan malaadministrasi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada layanan kesehatan terkait gagal ginjal akut pada anak.

Pimpinan Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menyampaikan, kedua institusi tersebut memiliki kewenangan untuk pengendalian sektor kesehatan dalam negeri. Namun dengan kondisi saat ini Ombudsman menyoroti belum ada pengendalian yang maksimal dari kedua institusi tersebut.

"Kalau ini berjalan semestinya persoalan ini bisa terdeteksi," jelas Robert dalam konferensi pers daring, Selasa (25/10).

Baca Juga: Kasus Gagal Ginjal Akut di Jakarta Meningkat Tajam 3 Bulan Terakhir

Terhadap Kementerian Kesehatan Ombudsman menyoroti adanya dugaan malaadministrasi terkait data gagal ginjal akut.

Menurutnya, Kemenkes RI tidak memiliki data pokok terkait sebaran penyenyakit baik tingkat kabupaten/ kota, provinsi dan pusat. Sehingga menyebabkan terjadinya kelalaian dalam pencegahan/ mitigasi kasus gagal ginjal akut.

"Atas ketiadaan data tersebut Kemenkes tidak dapat melakukan sosialisasi berupa pemberian informasi kepada publik terkait penyebab dan antisipasi gagal ginjal akut," terang Robert.

Selanjutnya, ketiadaan stadariasi pencegahan dan penanganan kasus gagal ginjal akut oleh seluruh pusat pelayanan kesehatan baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Sehingga menyebabkan belum terpenuhi standar pelayanan publik (SPP) termasuk pelayanan pemeriksaan laboratorium.

Selanjutnya, Ombudsman juga monyotori adanya kelalaian dari BPOM RI dalam pengawasan obat pada saat pre market atau proses sebelum obat didistribusikan dan post market setelah obat diedarkan.

"Ombudsman menilai bahwa BPOM tidak maksimal melakukan pengawasan terhadap produk yang diuji oleh perusahaan farmasi," terang Robert.

Atas dugaan potensi malaadministrasi tersebut, Ombudsman meminta kepada kedua institusi tersebut untuk menindaklanjuti temuan temuan Ombudsman RI.

Baca Juga: Per 24 Oktober, Kasus Gagal Ginjal Bertambah Menjadi 255 dengan Angka Meninggal 143

Pertama Ombudsman meminta Kementerian Kesehatan untuk membenahi ketersediaan dan akurasi data yang valid terkait kasus gagal ginjal akut ini. Kedua, Ombudsman meminta adanya keterbukaan dan akuntabilitas informasi yang valid dan terpercaya.

Ketiga, terpenuhinya Standar pelayanan publik termasuk pelayanan pemeriksaan laboratorium dan fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama serta fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Keempat, optimalisasi pengawasan peredaran obat baik saat pre market maupun post market.

"Terakhir adanya ketersediaan akses pengaduan dalam rangka menindaklanjuti kasus yang tengah berjalan dan untuk memenuhi informasi yang beredar di masyarakat," terang Robert.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan melaporkan hingga Oktober ini jumlah kasus gagal ginjal akut pada anak mencapai 245 kasus dengan prosentase meninggal dunia sebanyak 57,5 persen.

Kemenkes menyatakan, untuk temuan sementara kasus gagal ginjal anak ini disebabkan oleh cemara zat kimia Etilen Glikol (EG ), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) pada obat sirup.

Sementara BPOM mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan sampling dan pengujian terhadap 102 obat tersebut untuk melihat apakah mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News





[X]
×