Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA.The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada akhir September lalu mengeluarkan laporan terkait administrasi pajak.
Dalam laporan tesebut menunjukkan bagaimana administrasi pajak semakin beralih ke administrasi elektronik dan menggunakan berbagai alat teknologi, sumber data, dan analitik untuk meningkatkan kepatuhan pajak.
Baca Juga: Duh, tiga negara besar dunia diramal akan resesi dalam waktu dekat
Pascal Saint-Amans, Direktur Pusat OECD untuk Kebijakan dan Administrasi Pajak mengatakan, administrasi perpajakan, seperti halnya pembuat kebijakan pajak, dihadapkan pada perubahan cepat melalui digitalisasi ekonomi dan munculnya model bisnis baru dan cara kerja.
OECD menilai, administrasi pajak di tahun ini menunjukkan bagaimana ketersediaan teknologi baru, sumber data baru, dan peningkatan kerja sama internasional memberikan peluang baru bagi administrasi pajak untuk mengelola kepatuhan dengan lebih baik, melindungi basis pajak mereka dan mengurangi beban administrasi.
Tujuan dari laporan OECD ini adalah untuk membantu administrasi perpajakan, membuka mata pemerintah, pembayar pajak dan pemangku kepentingan lainnya. Sehingga diharapkan dapat mempertimbangkan perbaikan yang dilakukan dalam efisiensi dan efektivitas administrasi perpajakan.
“Terlihat bagaimana pengelola administrasi pajak semakin beralih ke administrasi elektronik (e-administration) dan menggunakan berbagai alat teknologi, sumber data, dan analitik untuk meningkatkan kepatuhan pajak,” kata Saint-Amans dalam laporannya yang dikutip pada Senin (7/10).
Baca Juga: Sri Mulyani lanti eselon I Kemenkeu, ini pesan-pesannya
OECD menjelaskan ada lima poin pemanfaatan administrasi pajak dengan memanfaatkan teknologi dan informasi. Pertama, peningkatan e-administration. Rata-rata, tingkat e-filing untuk pajak penghasilan (PPh) orang pribadi saat ini sudah di atas 70%.
Sementara, tingkat penggunaan e-filing untuk PPh badan sekitar 85%. Saluran kontak digital (online, email, bantuan digital) juga terus meningkat di tengah penurunan saluran tradisional.
“Lebih dari 40 pengelola administrasi menggunakan atau berencana untuk menggunakan kecerdasan buatan,” tulis OECD.
Kedua, penggunaan behavioural insights sebagai alat kepatuhan. Banyak pengelola administrasi pajak melaporkan penggunaan behavioural insights dan analitik untuk lebih memahami bagaimana wajib pajak (WP) bertindak. Hal ini digunakan untuk merancang kebijakan.
Baca Juga: Penurunan Harga Saham Sudah Terbatas, Ada Peluang Membeli Saham Murah
Ketiga, penggunaan manajemen risiko kepatuhan yang lebih cerdas. Pengelola administrasi pajak mengambil pendekatan yang semakin proaktif terhadap manajemen risiko kepatuhan.
Keempat, pengenalan kepatuhan dengan desain. Peningkatan ketersediaan dan pertukaran data saat ini memungkinkan pengenalan kepatuhan dengan pendekatan desain yang mencakup berbagai sumber pendapatan.
Kelima,bertambahnya usia tenaga kerja pengelola administrasi perpajakan. Sejak 2014, persentase staf yang lebih tua dari 54 tahun tumbuh dalam dua per tiga pengelola administrasi yang mampu memberikan data.
Sebagian besar pengelola tengah menghadapi perubahan organisasi untuk memperoleh keterampilan baru yang bisa mengoperasikan administrasi perpajakan modern.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News