Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - SIDOARJO. Pemerintah berencana mulai menerapka pungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun depan.
Meski tarif cukai dan skema pemungutannya masih abu-abu, namun objek cukai minuman berpemanis berpotensi akan lebih besar.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, pungutan cukai tersebut akan dikenakan terhadap produk MBDK yang memiliki kandungan gula, pemanis alami maupun buatan.
Baca Juga: Penerimaan Bea Keluar Seret, Setoran Cukai Bisa Jadi Andalan
"Karena ada pemanis buatan yang tingkat pemanisnya jauh lebih tinggi. Iya, lebih besar (objek cukainya)," ujar Nirwala kepada awak media di Sidoarjo, Rabu (13/9).
Asal tahu saja, rencananya minuman dengan kadar gula yang lebih tinggi akan dikenakan tarif cukai yang lebih tinggi pula. Pasalnya, semakin tinggi kadar gula dari produk minuman tersebut, maka semakin berbahaya pula bagi kesehatan.
Sayangnya, Nirwala tidak merinci barang apa saja yang masuk dalam pungutan cukai minuman berpemanis tersebut. Namun yang jelas, pemerintah akan selalu berdiskusi dengan Dewan Perwakila Rakyat (DPR) RI terkait implementasi cukai minuman berpemanis.
Terlebih lagi, pemerintah harus menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mendukung implementasi pungutan cukai minuman berpemanis tersebut. Untuk itu, implementasinya masih akan membutuhkan waktu dan persiapan yang panjang.
"Misalnya nanti APBN diterapkan pun kan masih Undang-Undang (UU) ya. Kan berarti masih dibuat PP-nya. Di PP itu supaya kepentingan masing kementerian itu terpenuhi, itu kan di situ," terang Nirwala.
Sebagai informasi, alasan kesehatan menjadi latar belakang utama perlu adanya ekstensifikasi cukai MBDK.
Baca Juga: Ini Pertimbangan Pemerintah Pungut Cukai Minuman Berpemanis Tahun Depan
Merujuk Buku II Nota Keuangan RAPBN 2024, prevelensi diabetes melitus di Indonesia meningkat sebesar 30% hanya dalam waktu lima tahun sejak 2013 sampai 2018 berdasarkan dara Riset Kesehatan Dasar Terakhir.
Nah, dalam rangka mengendalikan konsumsi atas barang-barang yang dianggap menimbulkan dampak negatif di bidang kesehatan, maka pemerintah mengusulkan kebijakan ekstensifikasi cukai berupa MBDK pada tahun depan.
"Dengan momentum pemulihan ekonomi Indonesia yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sebesar 5,31% memberikan ruang fiskal bagi pemerintah untuk memberlakukan kebijakan cukai terhadap MBDK di tahun 2024," tulis pemerintah dalam Buku II Nota Keuangan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News