Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Utang luar negeri (ULN) Indonesia per November 2016 tumbuh 3,6% year on year (YoY). Posisi ULN tersebut kembali melambat dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya yang tumbuh 6,5% YoY (yoy).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), perlambatan pertumbuhan ini didorong oleh perlambatan ULN sektor publik dan penurunan ULN sektor swasta. Posisi ULN sektor publik dan swasta masing-masing tercatat sebesar US$ 154,5 miliar atau 48,9% dari total ULN dan US$ 161,5 miliar atau 51,1% dari total ULN.
Posisis ULN sektor publik per akhir November 2016 tercatat tumbuh 12,1% year on year (YoY), melambat dibanding posisi akhir bulan sebelumnya yang sebesar 17% YoY. Sementara itu, sektor swasta per akhir November 2016 turun 3,4% YoY, lebih dalam dibandingkan dengan penurunan pada Oktober 2016 yang sebesar 2,% YoY.
Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN berjangka panjang sebesar US$ 274,1 miliar, tumbuh melambat menjadi 3,1% YoY dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 6,2% YoY. ULN berjangka panjang tersebut terdiri dari ULN sektor publik sebesar US$ 153,7 miliar dan ULN sektor swasta sebesar US$ 120,4 miliar.
Sementara itu, ULN berjangka pendek sebesar US$ 44 miliar, tumbuh melambat menjadi 7,1% YoY dibandingkan bulan sebelumya yang tumbuh sebesar 8,3% YoY. ULN berjangka pendek tersebut terdiri dari ULN sektor swasta sebesar US$ 41,2 miliar dan ULN sektor publik sebesar US$ 0,8 miliar.
Adapun ULN swasta pada akhir November 2016 masih terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih.
"Bank Indonesia memandang perkembangan ULN pada November 2016 masih cukup sehat, namun tetap mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara dalam keterangan resmi, Senin (16/1).
Ke depan, ia mengaku pihaknya akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal tersebut untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News