Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan September 2023 diproyeksi kembali mencetak surplus. Meski begitu, nilainya tidak setinggi surplus di Agustus 2023 yang mencapai US$ 3,12 miliar.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengungkapkan, surplus neraca perdagangan pada September 2023 berada di kisaran US$ 2,1 miliar.
Alasannya, nilai ekspor dan impor Indonesia turun di September 2023. David memprediksi, di September 2023 itu ekspor turun 16,79% secara year on year (YoY) dan impor turun 6,61% YoY.
Sementara itu, jika dilihat secara bulanan, dia memperkirakan, ekspor turun 6,30% dan impor akan turun 2,02% MoM.
“Ekspor dan impor accelerate karena, bulan Agustus kemarin ada efek high base sehingga angkanya sangat turun jauh,” tutur David kepada Kontan.co.id, Jumat (13/10).
Selain itu, penurunan ekspor dan impor juga diperkirakan karena sebagian besar komoditas impor kecuali gandum, dan komoditas ekspor (CPO, beberapa logam), serta intrabiz (kegiatan bisnis) eksportir maupun importir menunjukkan perlambatan dan juga hari kerja lebih sedikit.
Baca Juga: Menakar Dampak Pelemahan Rupiah Terhadap Postur APBN 2023
Di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan, ada peluang neraca perdagangan defisit dalam 3 bulan terakhir di tahun ini. Hal ini karena kinerja impor diperkirakan meningkat lebih tinggi ketimbang ekspor.
Yusuf menilai, kinerja impor akan meningkat sejalan dengan pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax. Dalam kondisi yang sama, terjadi peningkatan pertumbuhan nilai impor secara tahunan sebesar 83%, begitu pun jika dilihat secara secara bulanan terjadi peningkatan.
Seperti diketahui, Pertamina menaikkan harga Pertamax menjadi Rp 14.000 per liter. Jika dibandingkan dengan Pertalite (RON 90) yang saat ini masih Rp 10.000 per liter, maka harga keduanya selisih Rp 4.000 per liter.
“Berkaca pada kondisi di tahun lalu memang ketika pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM dan di saat bersamaan kenaikan ini disumbang oleh faktor kenaikan harga minyak global, maka ini serta merta juga akan berdampak terhadap kenaikan pertumbuhan nilai impor komoditas minyak dan gas,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Rabu (4/10).
Meski begitu, menurut Yusuf perkiraan defisit neraca perdagangan tersebut tidak hanya disebabkan kinerja impor yang meningkat. Salah satunya dipengaruhi harga beberapa komoditas ekspor utama Indonesia sampai dengan bulan terakhir yang mengalami penurunan, seperti CPO, batubara dan juga nikel.
Baca Juga: OJK Catat Outflow Pasar Saham dan SBN Masih Terjadi di Bulan September 2023
Maka demikian, dengan kondisi tersebut, peluang melambatnya pertumbuhan ekspor sampai dengan akhir tahun nanti juga akan semakin besar terjadi.
“Sehingga betul bahwa dengan asumsi kondisi di atas terpenuhi maka dalam 3 bulan terakhir ini peluang neraca dagang untuk masuk ke level defisit itu akan terjadi,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News