Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan mengalami defisit sebesar US$ 160 juta pada September 2019 dan ini masih disebabkan oleh penurunan kinerja ekspor dan adanya peningkatan impor.
Menurut Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual, defisit neraca perdagangan ini juga terkait dengan perkembangan global, terutama perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Pengembangan energi terbarukan dapat menjadi solusi defisit neraca dagang
Adanya perang dagang tersebut, menyebabkan adanya fluktuasi harga dan ketidakpastian kondisi global.
Melihat kondisi yang seperti ini, David menyarankan agar pemerintah mengambil langkah struktural untuk memperbaiki neraca perdagangan, terutama dari sisi impor energi dan juga verifikasi ekspor, dari sisi produk dan negara tujuan.
David melihat Indonesia saat ini masih terlalu fokus kepada negara-negara besar konvensional seperti Uni Eropa (UE), Amerika Serikat (AS), Jepang, China, dan India.
Padahal, masih ada negara non konvesional yang bisa menjadi potensi tujuan ekspor, seperti Amerika Latin, Asia Tengah, dan bahkan Afrika.
Baca Juga: BPS: Defisit neraca perdagangan disebabkan kinerja ekspor yang kurang ekspansif
"Negara-negara yang prospek pertumbuhannya besar dan negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar. Contohnya mungkin Nigeria itu juga bisa," ujar David kepada Kontan.co.id, Selasa (15/10).