Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan bulan Juni 2017 mencapai US$ 1,63 miliar. Angka itu jauh lebih tinggi dari surplus bulan sebelumnya yang sebesar US$ 474 juta. Bahkan angka itu lebih tinggi dari proyeksi Bank Indonesia (BI) yang sebesar US$ 1,4 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, surplus tersebut disumbang oleh nilai ekspor yang tercatat sebesar US$ 11,64 miliar atau turun 18,82% dibanding Mei dan turun 11,82% year on year (YoY). Sementara, nilai impor tercatat US$ 10,01 miliar atau turun 27,26% dibanding bulan sebelumnya dan turun 17,26% YoY.
Dari sisi ekspor, Suhariyanto mengatakan bahwa komoditas di pasar internasional belum juga stabil. Ia mencatat, beberapa harga komoditas nonmihas yang mengalami penurunan dari Mei ke Juni 2017, yaitu minyak kelapa sawit, kernel, karet, dan nikel.
"Sementara yang mengalami peningkatan harga yaitu batubara, coklat, dan tembaga. Sedangkan migas cenderung turun dari Mei ke Juni," kata Suhariyanto, Senin (17/7).
Meski demikian, menurutnya, kinerja ekspor tersebut juga dipengaruhi oleh pergeseran bulan Ramadan dan Lebaran. Berdasarkan tren tahun-tahun sebelumnya, di bulan ramadan ekspor akan naik dan turun di lebaran. Tetapi akan naik lagi setelah lebaran.
Dari sisi impor juga demikian. Ia bilang tren impor beberapa tahun sebelumnya menunjukkan impor akan naik di ramadan, turun pada Lebaran, dan naik lagi setelahnya. "Kalau di 2016, Ramadan jatuh di Juni, kemudian Lebaran di Juli turun 25,4%. Lebih tajam penurunan tahun lalu dari tahun ini," imbuhnya.
Dengan perkembangan tersebut, kumulatif ekspor dan impor Januari-Juni 2017 masing-masing sebesar US$ 79,96 miliar dan US$ 60,7 miliar. Sehingga surplus neraca dagang semester pertama 2017 mencapai US$ 7,63 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News