Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
Meski begitu, Suhariyanto mengklaim bahwa komoditas-komoditas tertentu milik Indonesia masih memiliki prospek yang bagus. Ia mengambil contoh barang ekspor Indonesia yang masuk ke China dan Amerika.
Baca Juga: BPS: Neraca perdagangan Juli defisit sebesar US$ 63,5 juta
Menurutnya, Indonesia masih tetap giat dalam melakukan ekspor ke negara tersebut. Hanya saja memang impornya lebih tinggi sehingga menyebabkan defisit.
Untuk impor sendiri, David menilai bahwa cukup susah untuk mengurangi impor Indonesia karena saat ini Indonesia sendiri masih banyak mengimpor bahan baku, termasuk minyak.
David mengapresiasi beberapa inisiatif tentang pengurangan impor, termasuk kebijakan B-20. Namun, menurut David yang menjadi kunci utama adalah investasi kilang. Menurutnya kilang harus didorong, dengan mengimplementasikan perjanjian investasi, terutama yang masih belum berjalan.
Untuk ke depannya, David menilai kondisi perdagangan Indonesia masih kuat beberapa bulan ke depan. Sementara Suhariyadi lebih condong menyoroti masalah fluktuasi harga komoditas yang menurutnya juga berpengaruh.
"Selain itu, kita juga harus mewaspadai perlambatan ekonomi di negara tujuan ekspor yang utama. Untuk itu, kita juga bisa mengembangkan internal kita dahulu dengan melakukan hilirisasi," kata Suhariyanto.
Baca Juga: Rupiah mendekati level Rp 14.300 jelang rilis data neraca perdagangan Juli
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News