Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan Indonesia pada November 2019 diprediksi akan mengalami defisit. Hal ini disebabkan oleh adanya kenaikan impor pada bulan November 2019 baik dari komoditas minyak dan gas (migas) dan non-migas.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy memprediksi neraca dagang pada bulan tersebut akan mengalami defisit sebesar US$ 100 juta.
Baca Juga: Harga minyak bisa naik hingga awal tahun depan, ini penyebabnya
Menurut Yusuf ada peningkatan nilai impor migas yang merupakan imbas dari kenaikan harga minyak di global. Sementara dari sisi impor non-migas, adanya peningkatan disebabkan meningkatnya aktivitas industri pada bulan November sehingga ada potensi peningkatan impor bahan baku.
"Plus, kami melihat impor akan banyak dilakukan pada bulan November karena biasanya pada Desember banyak tanggal libur," kata Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (15/12).
Meski begitu, Yusuf juga melihat adanya potensi peningkatan ekspor pada bulan November 2019. Hal ini disebabkan adanya peningkatan tipis harga komoditas batubara dan crude palm oil (CPO) Indonesia, sementara ada potensi peningkatan permintaan pada dua komoditas tersebut.
Baca Juga: Hingga November, rata-rata imbal unitlink saham masih berada di zona merah
"Ada potensi peningkatan permintaan batubara dari China menjelang musim dingin dan ada potensi peningkatan ekspor CPO ke India," jelas Yusuf.
Sementara itu, Ekonom BCA David Sumual memprediksi neraca dagang November 2019 akan mengalami defisit di kisaran US$ 150 juta. Hal ini disebabkan oleh pola musiman tentang kenaikan impor pada bulan Oktober 2019 dan November 2019 menjelang akhir tahun.
Sedangkan dari sisi ekspor, David melihat tidak ada dorongan yang signifikan, tetapi cukup terbantu dari harga crude palm oil (CPO) yang meningkat sehingga bisa menaikkan nilai ekspor CPO Indonesia.
Baca Juga: Ekonom Bank Permata prediksi neraca dagang November 2019 surplus, ini pertimbangannya
Untuk ke depannya, David berharap bahwa neraca perdagangan Indonesia bisa lebih baik. Hal ini juga didorong oleh adanya penurunan tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang ditunjukkan dengan kesepakatan pada fase pertama. David memandang ini merupakan prospek yang bagus bagi ekspor Indonesia.
Selain itu, Pemerintah juga menerapkan kebijakan untuk menerapkan program campuran minyak nabati 30% untuk biodiesel (B30) pada tahun 2020 dan memulai untuk membeli langsung kebutuhan migas langsung ke produsen.
Baca Juga: Revisi UU Perdagangan masuk Program Legislasi Nasional
"Saya sangat setuju dengan keputusan itu. Ini bisa mengurangi value impor kita, apalagi migas adalah komponen paling besar dalam impor kita. Semoga langkah tersebut bisa memperbaiki neraca perdagangan kita dalam jangka menengah panjang," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News