kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Negara produsen minyak sawit tiba di Brussels untuk melobi Uni Eropa


Selasa, 09 April 2019 / 17:19 WIB
Negara produsen minyak sawit tiba di Brussels untuk melobi Uni Eropa


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Negara produsen minyak kelapa sawit yang tergabung dalam The Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) telah berada di Brussels, Belgia dalam misi melobi Uni Eropa untuk tidak mengeluarkan minyak kelapa sawit dari daftar energi terbarukan.

Dalam misi ini, CPOPC akan menyampaikan kekhawatiran pemerintah kepada para pemimpin dan otoritas Uni Eropa dengan harapan dapat membuka jalan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak yang terkait termasuk pihak stakeholders sebagai pengguna minyak kelapa sawit dari Uni Eropa.

Delegasi dari Indonesia dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan dari Malaysia dipimpin Dato Tan Yew Chong, Sekretaris Jenderal Kementerian Industri Primer Malaysia. Misi ini merupakan tindak lanjut dari keputusan yang disepakati dalam pertemuan tingkat menteri ke-6 CPOPC yang diadakan pada 28 Februari 2019 di Jakarta.

"Dimana anggota CPOPC dengan sangat keras memprotes suplemen resolusi petunjuk tambahan 2018/2001 Uni Eropa mengenai energi terbarukan (Renewable Energy Directive II, Delegated Act)," bunyai pernyataan anggota CPOPC dalam keterangan tertulis, Selasa (9/4).

Di dalam pertemuan tersebut telah tercapai kesepakatan bersama untuk membahas langkah-langkah diskriminatif yang ditimbulkan otoritas Uni Eropa mengenai pembatasan penggunaan Kelapa Sawit untuk Bio Fuel.

Negara-negara Anggota CPOPC memandang Undang-undang yang anti kelapa sawit sebagai kompromi politik di Uni Eropa untuk mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor energi terbarukan demi keuntungan minyak nabati yang berasal dari Bunga Matahari (Sun flower) dan Rapseed maupun minyak nabati impor lainnya seperti Soya Bean oil yang kurang kompetitif.

"Dalam pandangan kami, maksud dari undang undang yang diusulkan ini adalah untuk membatasi dan secara efektif melarang semua minyak sawit di Uni Eropa untuk penggunaan bio fuel melalui penelitian yang cacat secara ilmiah dengan mempergunakan ILUC (Indirect Land Use Change) perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung," bunyi pernyataan tersebut.

Kriteria yang tidak berdasarkan metoda yang dapat dipertanggung jawabkan yang dipergunakan dalam Delegated Act, sengaja memfokuskan minyak kelapa sawit sebagai penyebab deforestasi, tanpa mengupayakan  untuk memasukkan penelitian lingkungan yang lebih luas terkait dengan budidaya minyak nabati lainnya termasuk Rapeseed dan Soya oil.

Lebih lanjut, resolusi Undang-undang  yang diajukan dipandang oleh CPOPC sebagai instrumen unilateral yang ditujukan terhadap produsen minyak kelapa sawit hal mana justru menghambat pencapaian pengentasan kemiskinan dan tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa Bangsa (SDGs) lainnya.

"Kami sangat menentang Delegated Act, yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai produk yang tidak memperhatikan pembangunan yang berkelanjutan karena ILUC yang 'berisiko tinggi'," tegas pernyataan bersama tersebut.

CPOPC menilai UE menggunakan Undang-undang Delegated Act ini untuk memberlakukan larangan impor minyak kelapa sawit ke dalam sektor energi terbarukan yang diamanatkan UE untuk mempromosikan minyak nabati yang ditanam sendiri di kawasan Uni Eropa.

CPOPC dengan tegas menyuarakan keprihatinan, karena asumsi-asumsi yang didasarkan pada kriteria yang tidak akurat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta contradictionary bertolak belakang dengan fakta.

CPOPC menilai, argumentasi  Komisi Uni Eropa  bahwa Undang-undang  yang di resolusikan didasarkan pada alasan ilmiah dan lingkungan sangat irasional sebagaimana argumentasi Komisi Uni Eropa yang menyimpulkan bahwa minyak kedelai dari sumber selektif telah dikategorikan sebagai ILUC risiko rendah, meskipun penelitian internal UE sendiri menyimpulkan bahwa kedelai lebih bertanggung jawab  terhadap 'deforestasi impor'.

Manufer politik Komisi Uni Eropa secara jelas bertujuan untuk menghilangkan minyak kelapa sawit dari pasar Uni Eropa secara sepihak bukan hanya merugikan negara produsen minyak kelapa sawit tapi juga merugikan korporasi pengguna minyak kelapa sawit di Uni  Eropa yang telah melakukan investasi yang besar terutamanya dalam melakukan pengembangan biofuel untuk menggantikan bahan bakar berbasis fosil. Hal ini  bertentangan dengan konstitusi Uni Eropa dan Konvensi Internasional di bidang Ekonomi dan Hak Sosial.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×