Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengesahan Undang-Undang Nomor 20/2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) masih memantik polemik. Ada sejumlah isu krusial di UU ASN yang menjadi perbincangan publik.
Salah satunya adalah status pegawai non-ASN alias tenaga honorer, akan dihapuskan pada Desember 2024. Pada ketentuan sebelumnya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 49/2018, status pegawai non- PNS di pemerintahan harus sudah dihilangkan sejak November 2023.
Dengan terbitnya UU ASN, penyelesaian status tenaga honorer yang jumlahnya kini mencapai 2,3 juta orang itu akan menjadi bola panas presiden baru.
Ketua umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahadiansyah menilai, penataan tenaga honorer akan sulit diimplementasikan lantaran pada Desember 2024 pemerintahan dipegang presiden baru.
Baca Juga: Implementasi UU ASN Dinilai Akan Hadapi Tantangan Pemerataan SDM
"Tidak akan mau presiden berikutnya tiba-tiba menerapkan secara ketat, kan Oktober 2024 baru penyerahan (pelantikan presiden-wakil presiden baru)," ucap dia, Kamis (2/11).
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menyebutkan, akan ada perluasan skema dan mekanisme kerja pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sehingga bisa menjadi salah satu opsi dalam penataan tenaga honorer di pemerintahan.
"Nanti didetailkan di peraturan pemerintah," jelas dia.
Ketentuan lain yang disorot adalah jaminan pensiun yang dinikmati oleh PPPK. Selama ini, jaminan pensiun hanya bisa diterima pegawai negeri sipil (PNS). Di UU ASN terbaru, yang termasuk pegawai ASN adalah PNS dan PPPK.
Pasal 21 Ayat 1 UU ASN berbunyi, pegawai ASN berhak memperoleh penghargaan dan pengakuan berupa materiel dan/atau nonmateriel.
Baca Juga: UU ASN Berlaku, PPPK Berhak Menerima Uang Pensiun Seperti PNS
Hak-hak tersebut meliputi penghargaan dan pengakuan yang berasal dari penghasilan, penghargaan yang bersifat motivasi, tunjangan dan fasilitas jaminan sosial, lingkungan kerja, pengembangan diri, dan bantuan hukum (lihat tabel).
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) berharap, pemerintah melibatkan instansi terkait dalam penyusunan aturan turunan mengenai teknis besaran dan mekanisme jaminan pensiun untuk PPPK. "Jangan sampai membebani APBN," tandas Direktur Eksekutif KPPOD, Herman N Suparman, kemarin.
KPPOD juga menyoroti hilangnya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dalam UU ASN. Hal ini dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum yang dibentuk Kemenko Polhukam.
Padahal, dalam buku laporan yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (September 2023), tim ini merekomendasikan penguatan peran KASN untuk mengawasi seleksi pejabat publik daerah.
Baca Juga: UU ASN Resmi Diundangkan, PPPK Dapat Uang Pensiun Seperti PNS
"Lebih dari itu, hilangnya KASN adalah langkah mundur reformasi birokrasi di daerah. Ini tentu menjadi legacy buruk bagi kepemimpinan Presiden Jokowi yang menempatkan reformasi birokrasi sebagai salah satu prioritas selama hampir satu dekade terakhir," sebut Herman.
Dia juga menyinggung soal pemerataan sumber daya manusia (SDM) untuk mengisi formasi ASN di daerah. Misalnya dalam pelayanan perizinan terkait bangunan gedung.
Bukan hanya ASN yang punya kualifikasi teknologi informasi (TI) untuk mengoperasikan layanannya, namun juga tenaga ahli bangunan gedung yang perlu disiapkan. "SDM itu tidak hanya terkait ASN yang mengelola TI, tetapi juga tenaga ASN yang paham substansi dari setiap layanan itu," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News