Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. "Pailit, pailit, pailit!," teriak nasabah Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri Group (KSP Pandawa) saat menunggu putusan dari majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Rabu (31/5).
Mereka menunggu putusan majelis hakim atas hasil pemungutan suara (voting) perpanjangan masa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan oleh pihak koperasi yang digawangi Nuryanto, Selasa lalu.
Saat itu seluruh kreditur serempak untuk menolak penawaran perpanjangan. Sebab, KSP Pandawa dan Nuryanto tak memiliki itikad baik dengan meminta perpanjangan tanpa mengajukan proposal perdamaian.
Melihat hasil tersebut, majelis hakim yang diketuai Eko Sugianto pun memutus perkara sesuai dengan teriakan para nasabah. Pertimbangannya, hasil voting itu tidak memenuhi syarat Pasal 229 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU.
"Dengan demikian, mengadili menyatakan KSP Pandawa dan Nuryanto dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya," Kata Eko dalam amar putusan.
Tak ayal hal tersebut disabut gembira para nasabah dengan riuh tepuk tangan. Tapi sebenarnya apakah putusan pailit ini menjadi jalan keluar bagi para nasabah?
Kuasa hukum 11 kreditur nasabah KSP Pandawa dengan total utang Rp 1,7 miliar Sardianto Tambunan membenarkan hal tersebut. "Ini adalah salah satu jalan keluar para kreditur (nasabah) untuk mendapat kejelasan atas pembayaran utang-utangnya," katanya, Kamis (1/6).
Sebab, setelah dinyatakan pailit maka otomatis seluruh aset KSP Pandawa dan Nuryanto dikenakan sita umum. Termasuk di dalamnya aset yang saat ini disita oleh kepolisian.
Sardianto juga bilang, saat ini kurator telah berhak atas aset milik koperasi dan Nuryanto. "Jadi sekarang tinggal tunggu saja kinerja kurator bagaimana," tambah dia.
Tak hanya Sardianto, seluruh nasabah KSP Pandawa berharap tim kurator nantinya dapat menjalin komunikasi yang baik dengan kepolisian soal aset-aset.
Hal itu ditujukan agar tidak ada pembenturan aset yang saat ini disita dan sudah menjadi kewenangan kejaksaaan. Sejalan dengan status perkara Nuryanto di Polda yang hampir rampung (P21).
Terlepas dari itu, dengan dinyatakan pailit, tim kurator tak perlu menunggu proses pidana Nuryanto untuk mengeksekusi aset. "Pailit ini menjadi jelas, karena sejatinya pihak Polda dan Kejaksaan tidak memiliki tugas untuk mengembalikan dana nasabah," tegas Sardianto.
Apa yang disita oleh kepolisian, hanya sebagai bukti bahwa Nuryanto telah melakukan tindak pidana pencucian uang. Lagipula, lanjut dia, jika menunggu proses pidana usai para nasabah makin lama menunggu pengembalian dana.
"Untuk menunggu putusan pidana berkekuatan hukum tetap (inkracht) sampai PK bisa setahun dua tahun," jelasnya
Begitu juga yang dikatakan Rony Purba, kuasa hukum 2.231 nasabah koperasi. Ia pun berharap tim kurator dapat bekerja semaksimal mungkin untuk dapat mengembalikan dana nasabah. "Kita tunggu saja prosesnya, intinya tidak akan berbenturan dengan proses pidana," tegasnya.
Meski begitu, salah satu kurator KSP Pandawa dan Nuryanto Muhammad Deni mengatakan, untuk langkah pertama ini pihaknya akan berdiskusi terlebih dahulu untuk langkah selanjutnya.
Deni juga akan intens berkomunikasi dengan panitia kreditur untuk mengetahui aset-aset perusahaan. Sekadar tahu saja, aset yang saat ini telah disita penyidik Polda adalah 26 mobil, 9 unit motor, 12 sertifikat rumah dan tanah, 10 bidang tanah, dan enam bangunan rumah.
Serta tiga surat tanah berupa sertifikat dan akta jual beli dari Mayor W sebagai jaminan investasi senilai Rp 28 miliar. Adapun seluruh aset itu ditaksir senilai Rp 1,5 triliun. Kendati begitu, nilai itu masih jauh dari total utang saat PKPU yang mencapai Rp 3,11 triliun dari 28.489 kreditur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News