Reporter: Hans Henricus | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Sertifikasi halal tidak hanya menjamin sebuah produk layak dikonsumsi. Namun, pencantuman label halal juga bermanfaat untuk melindungi barang hasil produksi dalam negeri dari serbuan produk asing lantaran perdagangan bebas (Free Trade). Karena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) bakal mengusulkan agar pemerintah bisa memanfaatkan sertifikasi halal menjadi salah satu sarana membatasi gencarnya serbuan barang-barang dari luar negeri. Khususnya setelah perdagangan bebas ASEAN China berlaku.
Dengan kata lain, sertifikasi halal menjadi salah model pembatasan arus barang selain kebijakan tarif atau non tarif barrier. "Dikaitkan dengan kesepakatan perdagangan bebas, sertfikasi halal menjadi salah satu bargaining kita dengan dunia luar," ujar Sekretaris umum Majelis Ulama Indonesia, Ichwan Sham di Istana Wakil Presiden, Kamis (1/7).
Sebab, posisi tawar produk Indonesia baik dari sisi kualitas maupun sanitasi kadangkala dipandang sebelah mata oleh dunia luar.
"Bargaining kualitas dan sanitasi kadang dilecehkan," ujar Ichwan.
Alhasil, dengan adanya sertifikasi halal maka produk-produk nonhalal dari luar negeri yang masuk ke Indonesia mesti membuktikan adanya sertifikasi halal. "Kalau tidak ada sertifikasi halal, barang-barang itu tidak bisa masuk ke Indonesia,"katanya.
Karena itu, MUI akan membahasnya bersama instansi pemerintah seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Pertanian. Ichwan mengungkapkan hingga saat ini MUI sudah menerbitkan sertifikasi halal untuk 3.000 hingga 4.000 produk. Cakupannya antara lain produk makanan, minuman, kosmetik, dan obat-obatan, serta bahan baku.
Ichwan menambahkan, MUI memberi kelonggaran biaya bahkan sampai gratis untuk proses pembuatan sertifikasi halal bagi kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah. Tentu saja bekerjasama dengan Kementerian Negara Koperasi dan UKM
Namun, sebelum sebuah produk mendapatkan label halal maka harus mendapat rekomendasi aman bagi masyarakat. Rekomendasi itu misalnya datang dari Badan POM. "Bidang halalnya dari MUI, bidang toyyibnya dari Badan POM," imbuh Ichwan.
Cuma, memiliki sertifikasi halal bukan merupakan kewajiban. Artinya, kata Ichwan, sertifikasi halal sifatnya masih sukarela saja.
Meski begitu, MUI meyakini makin lama masyarakat semakin menyadari pentingnya sertifikasi halal. "Sebab produk yang memiliki sertifikasi halal memiliki selling point cukup tinggi," kata Ichwan.
Yang jelas, MUI berupaya sertifikasi halal menjadi sebuah kewajiban. Karena itu, akan berkonsultasi dengan kalangan asosiasi makanan, minuman, obat-obatan. Lalu dengan, Kementerian Agama dan Kementerian Perdagangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News