kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

MUI minta monopoli sistem sertifikasi label halal


Selasa, 19 Februari 2013 / 09:29 WIB
MUI minta monopoli sistem sertifikasi label halal
ILUSTRASI. Promo Chatime Large size: Pearl & Popcan, harga spesial Rp 19.000. Berlaku 8-10 Oktober 2021 (Dok/Chatime)


Sumber: BBC Indonesia | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah mempertimbangkan untuk menjadikan MUI sebagai satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikasi halal.

Seruan itu dilontarkan saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkaji Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang salah satu poinnya mengatur lembaga mana memiliki otoritas menerbitkan sertifikasi halal tersebut.

RUU soal produk halal ini merupakan salah satu RUU prioritas di DPR dan diharapkan bisa rampung secepatnya.

Ichwan Syam, Sekjen MUI mengatakan, MUI melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika atau LPPOM MUI memiliki pengalaman puluhan tahun dan tanggung jawab pada umat untuk memastikan kehalalan produk.

“Pekerjaan memberikan kejelasan halal haram adalah tanggung jawab MUI karena MUI adalah lembaga yang dipersepsikan atau mempersepsikan dirinya untuk melindungi masyarakat produk halal atau haram,” kata Ichwan kepada BBC Indonesia.

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melalui juru bicaranya Tulus Abadi menolak permintaan MUI tersebut dan menilainya sebagai sebuah monopoli.

“Kalau terjadi monopoli, LPPOM-MUI sangat terbatas aksesnya sehingga yang bisa dilayani LPPOM MUI adalah produsen-produsen besar, sehingga produsen-produsen kecil tidak bisa terakses karena jauhnya jarak dan mahalnya ongkos untuk berinteraksi," tegas Tulus.

“Permintaan MUI sebagai lembaga pemberi fatwa bisa dipenuhi tetapi, kalau pemberi sertifikasinya dalam hal ini LPPOM MUI itu menurut saya tidak layak dikabulkan,” kata Tulus.

Permintaan MUI juga sudah disampaikan ke DPR. Anggota Komisi VIII Nasir Jamil mengatakan, hal itu menjadi salah satu perdebatan sengit dalam kajian RUU Jaminan Produk Halal.

“Tetapi oleh beberapa fraksi gagasan ini belum bisa diterima karena dikhawatirkan akan ada halal versi pemerintah, halal versi ormas ini dan halal versi yang lainnya," jelas Nasir.

"Nanti khawatir bisa berdampak tidak hanya pada umat Islam di Indonesia tetapi juga kebingungan dari produsen. Masalah otoritasasi ini belum mencapai kesepakatan antara pemerintah dengan DPR,” tambahnya.

Nasir menambahkan, bahwa di negara-negara Timur Tengah, masalah sertifikasi halal diputuskan oleh negara dan bukan oleh ormas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×