Reporter: Fahriyadi, Dadan M. Ramdan | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Setelah meraih kemenangan dalam uji materi (judicial review) Undang-Undang (UU) Minyak dan Gas Bumi (migas), Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah seolah memiliki amunisi berlimpah. Kini, ormas Islam terbesar kedua di Indonesia itu berencana menggugat beberapa UU lain ke Mahkamah Konstitusi.
Beberapa UU yang akan digugat adalah UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air, UU No 27/2003 tentang Panas Bumi (Geothermal), UU No 5/1960 tentang Agraria, dan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta UU No 9/2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
Dari sekian banyak UU yang akan digugat, PP Muhammadiyah memilih uji materi UU Minerba lebih dulu ketimbang beleid lain. Mustofa B. Nahrawardaya, Pengurus Majelis Pustaka Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, memperkirakan, gugatan ini akan masuk ke MK paling lambat awal tahun depan.
Alasan Muhammadiyah melakukan "jihad konstitusional" ini, menurut Mustofa, adalah liberalisasi yang kebablasan atas pengelolaan sumber daya alam, termasuk penguasaan pertambangan tanpa batas oleh asing, sekaligus bertentangan dengan UUD 1945. Alhasil, pemanfaatan hasil pertambangan itu jauh dari kata menyejahterakan rakyat. "Perampokan terhadap kekayaan negara ini harus dihentikan lewat uji materi ke MK," ujarnya, Senin (19/11).
Mustofa meyakinkan bahwa tidak ada kepentingan lain di balik uji materi tersebut. Muhammadiyah ingin membuka mata masyarakat bahwa UU Minerba terlalu liberal dan banyak memberikan peluang pengelolaan bisnis pertambangan kepada asing. Lagi pula, Muktamar ke-46 Muhammadiyah pada Juli 2010, juga mengamanatkan uji materi beberapa UU yang terlalu liberal.
Syaiful Bahri, Wakil Ketua II Majelis Hukum PP Muhammadiyah, belum bersedia memaparkan pasal mana saja di UU Minerba yang diajukan ke MK. Hanya saja, dia tegaskan akan membawa semua pasal yang memberi keleluasaan kepada asing dan tak berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Ambil contoh, ketentuan soal kontrak karya, pemberian izin, dan pemanfaatan fasilitas umum untuk tambang. Selain itu, ada beberapa pasal yang kini juga tengah diuji materi terkait kewenangan pemberian izin oleh kepala daerah. "Kami sedang merumuskannya," imbuh Syaiful.
Kurtubi, pengamat energi, mendukung langkah Muhammadiyah ini. Ia melihat memang perlu ada pembenahan dalam pengelolaan sumber daya energi di Indonesia. "Yang paling penting untuk diuji materi adalah aturan kontrak karya karena asing yang dominan," tegasnya.
Selama ini, menurut Kurtubi, ada yang salah dalam pengelolaan pertambangan nasional, yakni model pemerintah yang berbisnis alias business-to-government. Model ini hampir sama dengan implementasi UU Migas yang sebagian pasalnya dibatalkan MK dan berujung pada pembubaran BP Migas. "Peluang uji materi UU Minerba ini diterima juga sangat terbuka," ujarnya.
Sutan Bhatoegana, anggota Komisi VI DPR, mempersilakan Muhammadiyah mengajukan uji materi UU Minerba. "Itu hak Muhammadiyah. Ini zaman demokrasi," terangnya.
Tapi, politisi Partai Demokrat ini menampik anggapan UU Minerba condong pada kepentingan asing. lagi pula, banyak pihak terlibat dalam penyusunan dan pembahasan UU Minerba. "Kalau masih ada kekurangan, tugas kita semua memperbaikinya," ujarnya.
Apa pun itu, banjir uji materi UU ini ibarat alarm tentang buruknya proses legislasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News