Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat Moody’s melihat, potensi tingkat pertumbuhan di Indonesia terus menurun selama satu dekade terakhir.
Analis Senior Moody’s Anushka Shah mengatakan, sebenarnya tak hanya Indonesia saja yang mengalami ini. Negara-negara berkembang sebaya pun juga mengalaminya.
“Belum lagi sekarang Indonesia tengah menghadapi tekanan tambahan dari kerusakan ekonomi setelah pandemi Covid-19,” tutur Anushka dalam laporan yang diterima Kontan.co.id, Kamis (10/2).
Setelah pandemi, banyak hal yang harus dihadapi oleh negara-negara termasuk Indonesia. Efek jangka panjang akan dirasakan pada kualitas tenaga kerja.
Pandemi ini membuat Indonesia kehilangan momentum pendidikan pada Sumber Daya Manusia (SDM). Belum lagi, pada saat pandemi sudah banyak orang yang kehilangan pekerjaan.
Baca Juga: Moody's Pertahankan Peringkat Utang Indonesia, Begini Tanggapan Gubernur BI
Sebenarnya, pemerintah sudah berupaya untuk menanggulangi hal ini. Plus dengan memberikan banyak bantuan ke dunia usaha terutama untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Hanya saja, kendala fiskal bisa membatasi luas dan bentuk dukungan kebijakan yang diberikan. Sehingga dalam hal ini, pemerintah harus mendorong partisipasi sektor swasta agar membuahkan hasil.
Anushka memandang, arah dan laju upaya reformasi untuk mendorong produktivitas tenaga kerja dan juga modal akan menentukan sejauh mana peningkatan potensi pertumbuhan.
Dalam upaya ini, Anushka mengapresiasi berbagai langkah yang sudah diupayakan pemerintah, seperti pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, reformasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), bahkan juga UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Baca Juga: Moody's Pertahankan Peringkat Indonesia di Level Investment Grade, Outlook stabil
UU Cipta Kerja sebagai payung hukum bertujuan untuk meningkatkan lapangan kerja dan investasi, yang mengupayakan pemberantasan masalah seputar iklim usaha dan daya saing.
Sedangkan UU HPP ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran dan menciptakan sumber pembiayaan yang lebih besar untuk investasi dan kegiatan negara.
Ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan pajak sebesar 0,7% Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 1,2% PDB per tahun pada tahun 2022 hingga 2025.
UU HKPD akan menyelaraskan pengeluaran antara pemerintah pusat dan daerah, memperkuat kekuatan perpajakan, dan meningkatkan akuntabilitas pemerintahan daerah.
Baca Juga: Moody's Menilai Target Keseimbangan Anggaran Primer Jepang 2025 Tidak Realistis
Plus, pada tahun depan pemerintah bermaksud untuk meloloskan langkah-langkah yang menyasar subsidi Bahan Bakar MInyak (BBM) setra langkah reformasi di bidang sektor keuangan.
“Kami tidak berharap ini bisa memberikan dampak besar secara cepat, tetapi kami memandang ini bisa mendorong pertumbuhan dan menjadi penyangga fiskal dalam jangka panjang,” tambahnya.
Lebih lanjut, Anushka pun memandang Indonesia akan kembali ke level pertumbuhan pra pandemi Covid-19 untuk dua tahun ke depan.
Lembaga tersebut memperkirakan, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali mencapai 5% yoy, atau lebih tinggi dari negara-negara sebaya yang ada pada peringkat utang setara, yaitu 3,7% yoy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News