kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Minuman soda berpemanis akan dikenai biaya cukai


Selasa, 11 Desember 2012 / 19:18 WIB
Minuman soda berpemanis akan dikenai biaya cukai
ILUSTRASI. Setelah melonjak, kasus Covid-19 di Tanah Air berangsur turun. Meskipun begitu, protokol kesehatan (prokes) ketat harus tetap diterapkan.


Reporter: Herlina KD |

JAKARTA. Pemerintah berencana menambah objek cukai baru. Kali ini, pemerintah berencana mengenakan cukai untuk minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis (MRKP) baik yang berpemanis alami maupun pemanis buatan. Tujuannya, untuk mengendalikan jumlah konsumsi karena minuman jenis ini dinilai menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan berdasarkan Undang-Undang No 39 tahun 2007 tentang cukai menyebutkan beberapa kriteria barang kena cukai adalah konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan, serta pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

"Dengan pertimbangan ini, maka kami mengusulkan minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis  menjadi barang kena cukai," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI Selasa (11/12).

Mengekor negara lain

Sebenarnya pengenaan cukai atas produk minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis juga dilakukan setidaknya oleh 71 negara lain, di antaranya Amerika Serikat, Laos, Thailand, India, Singapura dan Meksiko. Rata-rata negara tersebut mengenakan cukai dengan alasan kesehatan dan lingkungan.

Bambang mengungkapkan, yang menjadi subjek cukai minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis ini adalah konsumen minuman ringan, di mana yang wajib membayarkan cukainya adalah produsen (pengusaha pabrik) dan importir yang memiliki izin berupa nomor pokok pengusaha barang kena cukai. Artinya, cukai ini dibebankan kepada konsumen di mana pembayarannya sudah dimasukkan dalam instrumen harga minuman yang sudah ditetapkan melalui produsen. Nah, cukai ini dipungut setelah objek cukai selesai diproduksi.

Pemungutan cukai dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. "Umumnya pabrik-pabrik minuman ringan memiliki teknologi yang baik, sehingga (tanda) pelunasan cukai dilakukan dengan pemberian bar code sehingga biaya pemungutannya lebih murah," ujar Bambang.

Data yang dihimpun pemerintah mengungkapkan, volume konsumsi minuman berkarbonasi pada tahun 2012 mencapai 790,4 juta liter setahun. Pangsa pasar minuman berkarbonasi di dalam negeri sebenarnya hanya 3,8% dengan nilai omzet mencapai Rp 10 triliun.

Berdasarkan asumsi konsumsi per tahun 790,4 juta liter dan harga rata-rata minuman kemasan Rp 8.600 per liter, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI ini, pemerintah mengajukan lima alternatif tarif cukai minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis.

Pertama, tarif cukai sebesar Rp 1.000 per liter dengan potensi penerimaan cukai Rp 790 miliar. Kedua, tarif cukai sebesar Rp 2.000 per liter dengan potensi penerimaan Rp 1,58 triliun. Ketiga, tarif cukai Rp 3.000 per liter dengan potensi penerimaan negara sebesar Rp 2,37 triliun. Keempat tarif cukai Rp 4.000 per liter dengan potensi penerimaan negara Rp 3,16 triliun. Kelima, tarif cukai sebesar Rp 5.000 per liter dengan potensi penerimaan negara sebesar Rp 3,95 triliun.

Bambang masih enggan membeberkan berapa besar cukai yang akan dikenakan dari lima alternatif usulan tersebut. Hanya saja, ia menggambarkan, Amerika Serikat juga mengenakan cukai dalam tarif tetap sebesar 95 sen dollar per galon atau 25,1 sen per liter. Dengan pengenaan cukai ini, maka harga minuman ringan berkarbonasi di AS menjadi sekitar US$ 2 per liter atau setara dengan Rp 19.000 per liter. Sedangkan di Singapura menerapkan cukai sebesar 70 dollar Singapura per liter dengan harga ritel sebesar Rp 1,3 dollar Singapura atau Rp 10,281.

Menurutnya, pada tahap awal pengenaan cukai tidak akan terlalu tinggi sehingga membuat kaget, namun cukup untuk membuat konsumen dan produsen melakukan penyesuaian. Nah, dalam perjalannya Bambang bilang pemerintah juga akan mengevaluasi kembali besaran cukai untuk minuman berkarbonasi ini, apakah perlu dinaikkan atau tidak. "Selama konsumsinya belum turun (tarif cukainya) pasti akan naik, tapi kalau konsumsinya sudah stag, tidak akan dinaikkan lagi (tarif cukainya)," kata Bambang.

Ketua Komisi XI DPR RI Emir Moeis mengungkapkan usulan pemerintah ini masih perlu mengkajian lebih lanjut, dan perlu hati-hati dalam pengenaannya. Pasalnya, cukai ini nantinya bakal dikenakan kepada konsumen. "Konsumen minuman bersoda itu kan mulai dari rakyat miskin sampai konglomerat, jadi perlu hati-hati," ungkapnya.

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Franky Sibarani mengatakan pengenaan cukai minuman berkarbonasi akan menekan penjualan. Menurutnya, jika pemerintah mengenakan cukai, maka akan mengurangi produksi yang ujungnya bisa mengurangi tenaga kerja pada sektor tersebut. "Implikasinya tidak hanya memberatkan industri minuman berkarbonasi, tapi daya saing kita secara umum akan menjadi lemah," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×