Reporter: Indra Khairuman | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rendahnya ketertarikan para investor pada Surat Berharga Negara (SBN) ritel SR022, yang hanya mencapai Rp11,4 triliun sampai 9 Juni 2025, menunjukkan adanya ketidaksesuain antara ekspektasi pasar dan hasil yang ditawarkan, di tengah tingginya suku bunga dan meningkatnya risiko fiskal.
M Rizal Taufikurahman, Kepala Pusat Makroekonomi dsan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menilai bahwa minimnya minat investor terhadap SR022 yang masih mencapai Rp11,4 triliun atau kurang dari setengah targetnya, mengindikasikan adanya ketidaksesuaian antara harapan pasar dan produk yang ditawarkan.
Rizal mejelaskan bahwa meski kupon SR022 yang ditetapkan sebesar 6,45% terlihat menarik secara nominal, tapi dari segi suku bunga global dan domestik yang tinggi saat ini, imbal hasil tersebut dianggap kurang bersaing.
Ia mengatakan bahwa banyak investor sekarang yang lebih memilih untuk menunggu dan mengamati, untuk mempertimbangkan risiko fiskal setelah transisi kekuasaan serta arah kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Baca Juga: SBN Dominasi Penempatan Investasi Industri Asuransi Jiwa pada Kuartal I-2025
Di sisi lain, efektivitas edukasi serta promosinya bagi SBN ritel mulai menunjukkan tanda-tanda stagnan.
“Respons pasar tidak seagresif masa pandemi ketika SBN ritel booming karena terbatasnya alternatif investasi lain,” ujar Rizal kepada Kontan.co.id, Selasa (10/6).
Rizal juga menegaskan bahwa tanda-tanda crowding out sudah mulai terlihat.
“Pemerintah kesulitan menarik dana publik karena bersaing langsung dengan sektor keuangan dan swasta yang menawarkan alternatif investasi yang lebih fleksibel dan menarik,” ucap Rizal.
Menurut Rizal, dengan besaran Bank Indonesia (BI) yang sebesar 6,25%, bank dan instrumen pasar uang memberikan yield yang semakin kompetitif dan fleksibel, sehingga mungkin akan mengalihkan minat investor ke instrumen yang lebih likuid.
Lebih lanjut, di tengah terbatasnya ruang fiskal dan kebutuhan pembiayaan utang yang signifikan, Rizal menekankan bahwa risiko crowding out bukan cuma sekedar ancaman, tetapi sudah mulai dirasakan.
Baca Juga: Penjualan SR022 Seret! Analis Beberkan Alasan Rendahnya Minat Investor
“Bila tidak diantisipasi, ini akan berdampak pada cost of fund pemerintah yang meningkat,” tegas Rizal.
Ia mengingatkan bahwa penurunan minat pada SR022 tidak berdiri sendiri karena sangat bergantung dengan ekosistem.
“Ini refleksi dari situasi makro yang sedang menekan, termasuk sinyal crowding out, kurangnya inovasi strategi pemasaran, dan ketidakpastian arah fiskal pasca transisi,” tambah Rizal.
Rizal menyarankan kepada pemerintah agar lebih responsif dan berani dalam memahami dinamika pasar saat ini agar pembiayaan utang ke depannya tidak semakin membebani kinerja ekonomi.
Selanjutnya: Penjualan Global Chery Tembus 1 Juta Unit Hingga Mei, Bagaimana di Indonesia?
Menarik Dibaca: Cara Mengobati Gejala Asam Urat di Pergelangan Kaki, Coba 9 Metode Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News