Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski pandemi berlangsung, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) sejak Januari hingga Mei 2020 telah menerima tujuh permohonan penyelidikan safeguards dari beragam produk impor yang masuk ke pasar Indonesia. Mulai dari produsen produk karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, terpal, kertas sigaret, peralatan dapur dan makan, kaca lembaran, panel surya hingga garmen.
Jumlah permohonan tersebut, Ketua KPPI Mardjoko sebut adalah yang terbanyak semenjak tahun 2017. Kalau pada tahun 2017 cuma ada satu permohonan penyelidikan safeguards, makin lama jumlahnya bertambah.
Misalnya di tahun 2018 ada sebanyak tiga permohonan, lantas tahun lalu melonjak menjadi enam permohonan. "Jadi sebelum pandemi, khususnya di 2019 ada permohonan sudah meningkat cukup drastis, bahkan 100% laju peningkatannya dari 2018," ujar Mardjoko, Senin 8/6).
Baca Juga: Hingga Mei 2020, Indonesia hadapi 16 tuduhan trade remedies
Berdasarkan draft bukti awal permohonan penyelidikan safeguard oleh industri di dalam negeri pada tahun ini, ketujuh barang yang dipersoalkan tersebut menunjukkan tren lonjakan impor dalam tiga tahun terakhir.
Baca Juga: Lima langkah strategis genjot ekspor tekstil dalam negeri
Ambil contoh untuk karpet dan penutup tekstil lainnya dalam tiga tahun terakhir mengalami lonjakan impor 25%. Begitu juga untuk impor peralatan dapur dan makan yang meningkat hingga 39% selama tiga tahun terakhir.
Kalau melihat dari negara asal barang ketujuh produk impor tersebut sebagian berasal dari China. Mulai dari produk impor karpet, penutup lantai, terpal, peralatan dapur dan makan, hingga panel surya. Sementara untuk produk garmen, KPPI belum menerima informasi terkait sumber negara asal impornya.
Menurut Mardjoko, tindakan pengamanan atau safeguards measures ini bisa ditetapkan oleh pemerintah untuk memulihkan dan mencegah kerugian serius yang diderita industri dalam negeri akibat lonjakan barang impor.
Barang impor tersebut secara absolut ataupun relatif sejenis dengan barang impor ini sudah bersaing dengan produk dalam negeri. Biasanya, pihak yang bisa mengajukan permohonan penyelidikan safeguards adalah industri dalam negeri, asosiasi dan instansi pemerintah.
Supaya KPPI bisa mengadakan penyelidikan safeguards, syarat utamanya adalah adanya lonjakan jumlah barang impor paling sedikit dalam 3 tahun terakhir, adanya kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis atau yang secara langsung bersaing. "Syarat ketiga adanya causal link, artinya lonjakan jumlah barang impor itu menyebabkan kerugian (di dalam negeri)," katanya.
Menurut Shinta W. Kamdani, wakil, Ketua Umum Kadin Indonesia, proteksi perdagangan internasional khususnya bagi setiap negara selama pandemi korona ini sudah diketahui oleh Organisasi Perdagangan Internasional (WTO). Tapi, kebijakan itu adalah hanya untuk mendukung pencegahan korona.
Namun jika ada kebijakan yang justru menguntungkan industri tertentu yang tidak ada kaitannya dengan penanggulangan virus korona, ini yang perlu menjadi perhatian. "Jenis kebijakan ini yang paling berbahaya," katanya kepada KONTAN.
Maka ia berharap, kebijakan pemerintah yang sebenarnya tujuannya mulia untuk melindungi industri dan produk dalam negeri, justru tidak menjadi bumerang bagi produk unggulan Indonesia di pasar ekspor. Yang ia khawatirkan adalah, negara lain kembali membalas perlakuan Indonesia yang menerapkan safeguards terhadap produk ekspor unggulan yang menjadi sumber devisa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News