Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan pelaku usaha bersinergi menentukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT). Sinergi perlu dilakukan di tengah pelambatan ekonomi global, dan kecenderungan proteksi pasar dalam negeri di hampir seluruh negara produsen TPT di dunia.
Selain itu, melemahnya pasar TPT dunia yang diakibatkan perang dagang serta membanjirnya impor TPT ke Indonesia, juga mendorong perlu dilakukannya langkah strategis. Sinergi dilakukan Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).
Ada lima langkah strategis yang dilakukan. Pertama, penyempurnaan tata kelola impor TPT. Kementerian Perdagangan tidak menerbitkan persetujuan impor (PI) TPT untuk industri kecil dan menengah (IKM) sejak delapan bulan ini.
"Sejak bulan Februari 2019, Kemendag tidak menerbitkan persetujuan impor (PI) kepada API-U melalui Pusat Logistik Berikat (PLB)," Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana akhir pekan ini.
Baca Juga: Asosiasi tekstil menilai usulan safeguard masih rendah
Pemerintah akan menindak tegas perusahaan yang menyalahgunakan pemberian PI. Sanksi yang diberikan yaitu dengan mencabut izin PI dan bahkan Angka Pengenal Impor. Sampai saat ini, Kemendag telah mencabut PI dan Angka Pengenal Impor Produsen karena memindahtangankan bahan baku serta tidak ada kegiatan produksi di lokasi pabrik.
Modus lainnya yaitu memanipulasi jumlah dan jenis TPT yang diimpor. Wisnu juga menyampaikan, Kementerian Perdagangan tengah melakukan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 85/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.
"Ke depan, produk-produk yang termasuk dalam Lampiran B dalam Permendag No.64 tersebut yang semula impornya tidak memerlukan Persetujuan Impor (PI) akan diubah
menjadi “wajib menggunakan PI” dari Kementerian Perdagangan (dimasukkan dalam Lampiran A)," ungkap Wisnu.
Revisi perlu dilakukan Pemerintah sejalan dengan upaya mendorong dan menguatkan sektor TPT yang sudah dapat diproduksi industri dalam negeri, baik untuk pasar domestik maupun tujuan ekspor.
Baca Juga: Ini lima keluhan yang sering disampaikan investor berdasarkan catatan BKPM
Kedua, meningkatkan efektivitas pengawasan melalui pembentukan Satuan Tugas (Satgas) terpadu yang dipimpin Ditjen PKTN dan beranggotakan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API); Ditjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian; Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan; serta Ditjen Daglu Kementerian
Perdagangan.
Satgas bertugas melihat kepatuhan perusahaan-perusahaan TPT terhadap regulasi yang ditetapkan Pemerintah, baik oleh Kementerian Perdagangan maupun Kementerian Keuangan; serta memberikan kemudahan/fasilitas perdagangan kepada perusahaan TPT yang taat aturan dan tidak pernah melanggar ketentuan yang ditetapkan.
Ketiga, harmonisasi dan sinergi industri TPT dari hulu ke hilir. Kerja sama antara industri hulu dan hilir serta menjadikan TPT sebagai basis pengembangan ekspor yang berteknologi dan berorientasi industri 4.0 sehingga produk TPT menjadi lebih kompetitif di pasar global.
Keempat, Pemerintah bekerja sama dengan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) mengeluarkan hambatan perdagangan baik antidumping measures maupun safeguards terhadap produk-produk impor yang merugikan industri dalam negeri.
Kebocoran yang terjadi dikarenakan adanya dugaan perusahaan pemilik API-P yang memindahtangankan bahan baku TPT kepada pihak lain. Untuk itu, perusahaan importir yang terbukti melakukan pelanggaran dalam kegiatan importasi TPT telah ditindak tegas oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.
Kelima, promosi produk TPT terpadu Trade Expo Indonesia (TEI), Textile Showcase and Summit (TSS), dan kolaborasi perusahaan besar dan perusahaan kecil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News