kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.396.000   29.000   1,23%
  • USD/IDR 16.745   14,00   0,08%
  • IDX 8.372   -16,57   -0,20%
  • KOMPAS100 1.158   -4,75   -0,41%
  • LQ45 841   -5,56   -0,66%
  • ISSI 292   0,59   0,20%
  • IDX30 441   -4,86   -1,09%
  • IDXHIDIV20 507   -6,07   -1,18%
  • IDX80 130   -0,51   -0,39%
  • IDXV30 137   -1,14   -0,82%
  • IDXQ30 140   -1,36   -0,96%

Menteri KLH Dorong Nilai Ekonomi Karbon Mengalir ke Masyarakat Desa


Kamis, 13 November 2025 / 19:31 WIB
Menteri KLH Dorong Nilai Ekonomi Karbon Mengalir ke Masyarakat Desa
ILUSTRASI. Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq membuka Paviliun Indonesia di Konferensi Iklim Dunia (COP30) yang digelar di Brasil pada Senin (10/11/2025)


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Istilah seperti perdagangan karbon mungkin terdengar rumit dan jauh dari kehidupan sehari-hari. Namun di balik istilah itu, tersimpan peluang besar yang bisa menghadirkan kesejahteraan langsung ke desa-desa penjaga hutan.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tengah memperjuangkan hal ini di ajang Konferensi Iklim COP30 di Brasil. Intinya sederhana,  menjaga hutan sama artinya dengan memproduksi udara bersih. Lalu udara bersih itu punya nilai ekonomi.

Negara atau perusahaan besar yang menghasilkan banyak emisi perlu menebus jejak karbon mereka. Caranya, dengan membeli “udara bersih” dari negara yang berhasil menjaga hutannya, seperti Indonesia. Inilah mekanisme jual-beli karbon. Nilai dari transaksi itu disebut Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Baca Juga: Regulasi Perdagangan Karbon Direvisi, Apa Manfaatnya Bagi Ekonomi?

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hanif Faisol Nurofiq menegaskan, manfaat ekonomi dari perdagangan karbon tidak boleh berhenti di pemerintah pusat. Dana hasil penjualan karbon harus mengalir langsung ke masyarakat yang menjadi penjaga hutan di tingkat tapak. 

“Tata kelola karbon Indonesia bukan hanya soal pengurangan emisi, tetapi memastikan manfaatnya dirasakan nyata oleh masyarakat di tingkat tapak,” ujar Hanif dalam keterangannya, Kamis (13/11).

Melalui mekanisme bagi hasil yang adil, desa atau komunitas adat yang berhasil menjaga hutan akan menerima insentif dari hasil penjualan karbon. Program seperti Dana Karbon Kalimantan (FCPF) dan Dana Biokarbon Jambi sudah membuktikan hal ini. Pendapatan yang diterima masyarakat dimanfaatkan untuk pembangunan desa, modal usaha, dan peningkatan kesejahteraan warga.

Pemerintah juga memastikan bahwa perempuan dan anak muda menjadi bagian utama penerima manfaat. Melalui pelatihan kewirausahaan hijau, pengembangan energi terbarukan, hingga pengelolaan lahan berkelanjutan, mereka diberi kesempatan untuk berperan aktif menjaga lingkungan sekaligus meningkatkan ekonomi.

Baca Juga: KLH Dalami Kerusakan Lingkungan akibat Aktivitas Tambang di Raja Ampat

Untuk memperkuat pelaksanaan program, Indonesia menggandeng Jepang dan Britania Raya sebagai mitra belajar dalam pengembangan pasar karbon dan ekonomi hijau. Kolaborasi ini diharapkan dapat mempercepat implementasi dan memastikan sistem perdagangan karbon berjalan efektif.

Agar pasar karbon Indonesia dipercaya dunia, transparansi menjadi hal utama. KLHK membangun sistem pelacakan yang memastikan setiap rupiah dari hasil penjualan karbon tersalurkan kepada pihak yang berhak.

Tanpa kepercayaan, tidak ada yang mau membeli udara bersih dari Indonesia. Karena itu, integritas menjadi fondasi utama agar nilai ekonomi karbon benar-benar membawa manfaat nyata bagi rakyat dan lingkungan.

Selanjutnya: Jerawatan? Ini 4 Minuman untuk Menghilangkan Jerawat dengan Cepat

Menarik Dibaca: Rencanakan Lebih Awal, Tiket Kereta untuk Libur Nataru Sudah Bisa Dipesan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×